Nasional

Dosen Unusia: Pandemi Membuat Perempuan Rentan Terjerat Pinjol Ilegal

Sel, 26 Oktober 2021 | 09:00 WIB

Dosen Unusia: Pandemi Membuat Perempuan Rentan Terjerat Pinjol Ilegal

Dosen Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta, Kartini Laras Makmur. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Dosen Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, Kartini Laras Makmur, mengungkapkan perempuan menjadi kelompok yang rentan terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal.


“Karena di masa normal saja perempuan sudah rentan. Apalagi ditambah pandemi semakin menambah beban perempuan,” kata Kartini kepada NU Online, Selasa (26/10/2021).


Dijelaskan, saat pandemi tidak sedikit perempuan terutama ibu rumah tangga yang harus menerima kenyataan suaminya bekerja di sektor informal berpendapatan menurun, bahkan kehilangan pekerjaan. Sementara kebutuhan hidup terus meningkat.


Perempuan dalam rumah tangga tidak hanya mengurus domestik. Tetapi, juga harus mendampingi anak sekolah dan beberapa di antaranya juga banyak yang bekerja.


“Kalau suami pendapatannya menurut akibat pandemi dan ada yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK), sementara kebutuhan tidak menurun tetapi terus naik,” jelasnya.


Hal ini, menurut dia, yang mendasari mengapa perempuan, terutama yang tinggal di pedesaan menjadi korban pinjol. Karena mereka mau tidak mau mengambil jalan pintas melalui pinjol yang memberikan pinjaman dengan syarat yang mudah dan prosesnya cepat dibandingkan dengan bank yang perlu proses lama.


“Jadi, harus dilihat lagi bagaimana perbankan bersikap insklusif kepada perempuan dan jangan sampai menyulitkan akses mereka. Sehingga larinya ke pinjol,” terang Kartini.


“Sebab, dalam kondisi keterdesakan ekonomi, masyarakat lebih memilih jalan pintas untuk menyambung hidup,” tambahnya.


Literasi digital
Dia menyebut perempuan rentan menjadi korban tindak kriminalitas, apalagi di era teknologi saat ini. Karena hingga saat ini masih ada gap penguasaan teknologi antara laki-laki dan perempuan.


“Literasi digital sangat diperlukan untuk menekan risiko pinjol. Edukasi terkait dampak pinjol perlu diperkuat untuk menekan risiko munculnya korban-korban pinjol lain,” ujarnya.


Pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan pinjol. Karena mayoritas pinjol saat ini bersifat ilegal atau tidak terdaftar dan tidak berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dan penegak hukum juga diharapkan bisa merespons dengan cepat dan berinisiatif melindungi masyarakat korban jeratan pinjol.


Berdasarkan data aduan pengguna aplikasi pinjaman online yang dimiliki Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, 72,08 persen korbannya adalah perempuan dan 22 persen di antaranya mengalami kekerasan berbasis gender siber (KBGS).


Sejumlah bentuk KGBS yang menimpa korban perempuan terkait pinjol ilegal di antaranya berupa ancaman pembunuhan terhadap anak korban, meminta untuk menjual diri, menyebarluaskan informasi pinjaman kepada rekan-rekan kantor dan atasan korban agar korban di-PHK.


“Serta menyebarkan foto-foto atau data pribadi dengan tujuan membuat korban merasa malu dan berpotensi mendorong korban melakukan bunuh diri,” ungkap Kartini.


Lebih lanjut, ia menduga, adanya warga yang terjerat pinjol ini menunjukkan sistem sosial di masyarakat yang tidak bekerja. Korban merasa sendiri dan buntu di tengah desakan ekonomi, tetapi tidak memberi dukungan. Karena itu, ia menekankan perlunya memperkuat sistem pendukung dalam lingkungan.


Untuk mengatasi hal ini, tentu diperlukan dukungan atau bantuan dalam mencari solusi. Bantuan ini harusnya datang dari tetangga ataupun warga sekitar yang membantu.


“Masyarakat dapat menginisiasi gerakan bersama menghadapi kritis saat pandemi termasuk soal ekonomi. Misalnya seperti pinjol dengan membangun kelompok-kelompok usaha kecil. Jika ini tidak dilakukan maka akan banyak yang tertekan sehingga solidaritas sosial sangat penting,” ucapnya.


Pinjol ilegal
Pada pemberitaan lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mohammad Mahfud MD menegaskan pinjol ilegal dapat dinyatakan tidak memenuhi syarat hukum perdata sehingga dapat dibatalkan. Dia meminta masyarakat tidak membayar jika ditagih oleh pinjol ilegal.


“Nah, ini kami umumkan kepada masyarakat bahwa dari aspek hukum perdata kita bersikap pinjaman online, pinjol ilegal itu ya ilegal, namanya juga ilegal tapi bisa dinyatakan tidak memenuhi syarat sehingga bisa dinyatakan batal atau dibatalkan,” tegas Mahfud.


“Oleh sebab itu, imbauan atau statement resmi dari pemerintah yang dihadiri oleh OJK dan BI, hentikan, hentikan penyelenggaraan pinjol ilegal ini,” tandasnya.


Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Musthofa Asrori