Nasional

DPR RI Kritik JHT Cair di Usia 56 Tahun 

Kam, 17 Februari 2022 | 11:30 WIB

DPR RI Kritik JHT Cair di Usia 56 Tahun 

Ilustrasi: Ketua DPR RI Puan Maharani memohon kepada Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) untuk meninjau ulang kebijakan JHT yang baru bisa cair setelah usia 56 tahun, karena JHT merupakan hak para pekerja, bukan dana dari pemerintah. (Foto: NU Online Jatim)

Jakarta, NU Online 

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 terkait pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) ketika peserta pensiun sudah mencapai usia 56 tahun menuai kritik dari berbagai pihak, terutama dari para pekerja dan sejumlah aktivis buruh. 

 

Munculnya sejumlah protes karena Permenaker dinilai merugikan para pekerja. JHT yang sebelumnya bisa dicairkan begitu peserta resign karena terkena PHK atau bukan lagi WNI, sekarang harus menunggu usia 56 tahun. Sementara besaran iuran dana JHT sendiri terbilang cukup besar, yaitu 5,7 persen dari gaji pekerja per bulannya. 

 

Menyikapi hal itu, Ketua DPR RI Puan Maharani memohon kepada Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) untuk meninjau ulang kebijakan tersebut. Sebab menurutnya, JHT merupakan hak para pekerja, bukan dana dari pemerintah. 

 

"Perlu diingat, JHT bukanlah dana dari Pemerintah, melainkan hak pekerja pribadi karena berasal dari kumpulan potongan gaji teman-teman pekerja, termasuk buruh," kata Puan dalam keterangan tertulisnya dikutip dari Antara, Kamis (17/2/2022). 

 

Puan menyampaikan respons dirinya itu setelah melihat Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang menuai banyak penolakan. 

 

Munculnya banyak penolakan tersebut disebabkan Permenaker itu mengubah cara pencairan JHT. Melalui beleid tersebut, klaim JHT baru bisa dilakukan 100 persen ketika pekerja sudah mencapai 56 tahun (usia pensiun), mengalami cacat total, dan meninggal dunia (dengan pencairan dialihkan  melalui ahli waris). 

 

"Kebijakan itu sesuai dengan peruntukan JHT. Namun, kurang sosialisasi dan tidak sensitif terhadap keadaan masyarakat, khususnya para pekerja," kata Puan. 

 

Ia menilai peraturan tersebut dapat memberatkan para pekerja yang membutuhkan manfaat JHT sebelum mencapai usia 56 tahun. Terlebih, saat kondisi pandemi seperti ini yang banyak pekerja dirumahkan atau secara terpaksa keluar dari tempat kerjanya. 

 

"Banyak pekerja yang mengharapkan dana tersebut sebagai modal usaha, atau mungkin untuk bertahan hidup dari beratnya kondisi ekonomi saat ini. Sekali lagi, JHT adalah hak pekerja," ujarnya. 

 

Sudah melalui dialog 

Sebelumnya diinformasikan bahwa Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah menjelaskan, munculnya Permenaker baru tersebut sudah melalui dialog dari beragai pihak. 

 

"Aturan itu dikeluarkan setelah mempertimbangkan hasil kajian  dan diskusi maupun konsultasi dengan berbagai pihak, antara lain: Dewan Jaminan Sosial Nasional, Forum Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional, Rapat antar-kementerian , dan lembaga baik dalam rangka koordinasi maupun harmonisasi, dan lainnya," kata Menaker Ida. 

 

Menaker Ida juga menyampaikan, pemerintah juga telah meluncurkan berbagai jenis kebijakan dan program jaminan sosial bagi pekerja untuk menghadapi berbagai resiko, baik saat bekerja maupun saat sudah tidak bekerja. Seperti kecelakaan, sakit, meninggal dunia, PHK, hingga situasi usia yang sudah tidak produktif. 

 

''Kemnaker sudah meluncurkan program jaminan kematian (JKM), jaminan hari tua (JHT), jaminan pensiun, jaminan kesehatan (JKN), jaminan kecelakaan kerja (JKK), dan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP),'' ujarnya. 

 

Sesuai Undang-Undang 

Terpisah, Wakil Presiden Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (DPP K-Sarbumusi NU) Sukitman Sudjatmiko menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Kemnaker) Nomor 2 Tahun 2022 terkait pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) ketika peserta pensiun sudah mencapai usia 56 tahun sudah sesuai undang-undang. 

 

"Kemnaker Nomor 2 Tahun 2022 itu sudah sesuai dengan undang-undang nomor 40 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 45 tahun 2015. Karena dalam PP nomor 45 tahun 2015 itu disebutkan bahwa pengambilan JHT itu (pada usia) 56 tahun," jelas Sukitman. 

 

Lebih lanjut, Sukitman mengungkapkan, peraturan ini merupakan upaya untuk mengembalikan filosofi JHT sebagaimana mestinya. Sebab, pada dasarnya kebijakan manfaat JHT akan dicairkan ketika peserta pensiun sudah mencapai usia 56 sebagaimana dijelaskan Undang-Undang dan Peraturan Presiden tadi. "Sarbumusi mendukung dan setuju terhadap pengembalian filosofi JHT," ucap Sukitman. 

 

Kepada pihak-pihak yang memprotes Permenaker tersebut, Sukitman berpesan agar tidak memprotes kepada Kemnaker, akan tetapi ajukan judicial review atau uji peraturan undang-undang terkait kebijakan pencairan JHT tersebut. Sebab, posisi Kemnaker hanya menjalankan kebijakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. 

 

"Kalalu misalkan (dianggap) mencederai kemanusiaan, maka yang harus dilakukan adalah judicial review Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial, jangan dihantam Kemnakernya, karena Ibu Menteri (Ida Fauziyah) sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ada," tegas Sukitman. 

 

Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Kendi Setiawan