Nasional

Dua Solusi GP Ansor Tangani Kebencian Antarkelompok Agama

Ahad, 8 September 2019 | 15:00 WIB

Dua Solusi GP Ansor Tangani Kebencian Antarkelompok Agama

Ketua PP GP Ansor Abdul Aziz Hasyim saat berbicara pada diskusi publik di Gedung CCM, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9). (NU Online/Syakir NF)

Jakarta, NU Online
Persoalan kebencian terhadap kelompok agama lain masih kerap muncul di wilayah akar rumput. Melihat hal tersebut, Abdul Aziz Hasyim, Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor, mengungkapkan bahwa organisasinya setidaknya memiliki dua kunci yang harus digerakkan bersama.
 
"Jadi kuncinya salah satunya bagaimana kita melihat ketaatan kita pada agama kita masing-masing tanpa menghakimi pihak-pihak yang berkeyakinan lain," kata pria yang akrab disapa Gus Aziz itu pada acara diskusi publik dengan tema Let’s Talk about Hate: Decoding Interfaith Dialogue di Gedung CCM, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9).
 
Langkah kedua yang harus dilakukan oleh masyarakat dalam rangka mengurangi kebencian kepada orang yang berlainan agama adalah dengan mengontekstualkan ulang teks otoritatif agama.
 
"Merekontekstualisasi teks-teks yang berhubungan dengan kaidah-kaidah keagamaan terutama yang berhubungan dengan hubungan sesama manusia, hubungan bermasyarakat-bernegara, dan dengan situasi sosial terkini," jelasnya.
 
Menurutnya ada beberapa teks agama yang dapat menimbulkan ketidakharmonisan jika ditafsirkan dan diaplikasikan secara tekstual saja. "Oleh karena itu, kita mengangkat rekontekstualisasi teks agama karena teks tersebut apabila diaplikasikan secara literal dapat mengakibatkan ketidakharmonisan, apalagi bila terekstremisasi, dan dikaitkan dengan agenda-agenda tertentu," katanya.
 
Karenanya, rekontekstualisasi teks keagamaan dan ketaatan pada agama masing-masing harus disampaikan setidaknya kepada orang-orang terdekat.
 
"Ini jadi satu core yang kalau gak ditangani dan gak diteruskan ke lingkungan sekitar, lingkungan keluarga, dan lingkungan pribadi, lingkungan masyarakat maka kefanatikan yang paling rendah dan ektremisme berbasis kekerasan dengan intensitas yang paling tinggi itu masih akan mungkin berulang," ujarnya.
 
GP Ansor dengan kegiatan Global Unity Forum pada tahun 2016 lalu, juga telah mengundang Rabbi Mordechai Avtzhon, Perwakilan Kristen Koptik, serta beberapa tokoh atau pemuka agama lainnya dari mancanegara. Agenda GUF 2016 bertujuan menekankan pentingnya mengedepankan strategi transformasi from the Batltle Ground of Religious Radicalism to the Common Ground of Mutual Peaceful Coexistence, guna  memupuk semangat persaudaraan dalam kemanusiaan dan keharmonisan.
 
Peneliti Abdurrahman Wahid Center for Peace and Humanities Universitas Indonesia (AWCPHUI) itu melihat bahwa akar masalah kebencian adalah perasaan eksklusif. "Inti masalahnya adalah perasaan eksklusif, perasaan lebih superior, dibandingkan dengan kelompok masyarakat yang berkeyakinan lain," jelasnya.
 
Diskusi yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) ini juga menghadirkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Sunanto, Romo Franz Magniz Suseno, dan Komedian Tunggal Sakdiyah Ma’ruf. Hadir pula peserta lingkaran kedua 1.000 Abrahamic Circles, yakni pengajar di Pondok Buntet Pesantren Cirebon M Abdullah Syukri, Pendeta Gereja Ortodoks Wilayah Serbia Father Gligorije Markovic, dan Rabbi Howard Hoffman dari Denver, Colorado, Amerika Serikat.
 
Pewarta : Syakir NF
Editor : Kendi Setiawan