Nasional

Fatayat NU: Khitan Perempuan Jangan sampai Merugikan Kesehatan

Kam, 6 Februari 2020 | 07:15 WIB

Fatayat NU: Khitan Perempuan Jangan sampai Merugikan Kesehatan

Ilustrasi. (pixabay)

Jakarta, NU Online
Tanggal 6 Februari hari ini dikenal sebagai Hari Internasional Anti Sunat Perempuan atau secara resmi disebut Hari Internasional Tidak Ada Toleransi Sunat Perempuan (International Day of Zero Tolerance to Female Genital Mutilation).
 
Hari Internasional Anti Sunat Perempuan bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak bahaya sunat perempuan dan sekaligus juga sebagai upaya yang terus menerus untuk menghilangkan praktik sunat perempuan di seluruh dunia.

Ketua Umum Pengurus Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (PP Fatayat NU) Anggia Emarini menuturkan, khitan bagi perempuan di negara-negara tertentu adalah sebuah budaya. Mereka memandang khitan tersebut bukanlah suatu ajaran agama, karena itu wajar jika tata caranya-pun banyak yang tak sesuai dengan ajaran agama. 

“Kalau khitan perempuan itu kan (di negara Barat) sebagian besar budaya, jadi bukan ajaran agama. Beberapa tempat praktiknya memang merugikan perempuan. Itu tidak ada hubungannya dengan ajaran agama,” kata Anggia kepada NU Online, Kamis (6/1) siang. 

Ia menambahkan, sekali pun budaya seharusnya khitan bagi perempuan tidak merugikan kesehatan perempuan apalagi itu menyangkut alat vital seseorang. Dia menyayangkan jika ada beberapa negara yang melakukan budaya ini apalagi sampai sobek, berdarah, dan menjahit alat vital perempuan hanya karena memiliki pemahaman yang salah terkait khitan perempuan. 

“Jadi gini, kita sudah ada kajiannya, itu tidak ada hubungannya dengan kesehatan. Banyak praktik yang merugikan karena dipotong, dijahit sampai hari in masih ada praktiknya. Makanya Kemenkes pernah melarang khitan bagi perempuan,” tuturnya. 

Berdasarkan penelusuran NU Online, di Indonesia sendiri praktik sunat perempuan sudah lama terjadi. Selain alasan keagamaan, sunat perempuan juga merupakan tradisi khas Indonesia. Untuk mengurangi praktik sunat perempuan di Indonesia, UNICEF telah menjalin kerja sama dengan pemerintah Indonesia.

Praktik sunat perempuan di Indonesia sempat menuai pro dan kontra. Dalam pandangan Islam, sebagian dari ulama kalangan madzhab Syafi'i menyatakan bahwa khitan itu adalah wajib, baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam dalam kitab I'anatuth Thalibin:
 
 ووجب ختان للمرأة والرجل حيث لم يولدا مختونين
 
Artinya, "Wajib berkhitan bagi perempuan dan laki-laki jika waktu dilahirkan belum keadaan terkhitan."

Meski demikian, ada juga sebagian ulama yang menyatakan bahwa khitan adalah perkara yang hanya sekadar sunah saja pelaksanaannya untuk perempuan. Dalam kitab Al-Fatawy Nomor Fatwa 68002 disebutkan: 
 
ﻭﺍﻟﺮﺍﺟﺢ ﺃﻥ ﺍﻟﺨﺘﺎﻥ ﺳﻨﺔ ﻓﻲ ﺣﻖ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻭﻟﻴﺲ ﺑﻮﺍﺟﺐ 
 
Artinya, "Pendapat yang unggul adalah bahwasanya khitan itu hukumnya sunah bagi kaum perempuan, tidak wajib.” 
 

Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Muchlishon