Nasional HARI SANTRI 2018

Festival Tajug Berpijak pada Wasiat Sunan Gunung Jati

Sel, 16 Oktober 2018 | 13:00 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bekerja sama dengan Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat  menggelar sejumlah kegiatan, seperti lomba, halaqah, dan expo untuk memperingati Hari Santri 2018 pada Sabtu-Senin (20-22). Acara yang bertajuk “Festival Tajug” akan diselenggarakan di lingkungan Keraton Kasepuhan Cirebon.

Sekretaris Pelaksana, H Muiz Ali Murtadho mengatakan, penamaan ‘Festival Tajug’ berpijak pada wasiat Sunan Gunung Jati Cirebon atau Raden Syarif Hidayatullah, yakni ‘Ingsung titip tajug lan fakir miskin’.

“Kita berpijak pada wasiat waliyullah, Wali Songo, Sunan Gunung Jati. Satu-satunya wali yang berdakwah di wilayah Jawa Barat. Amanat ini tentunya harus menjadi perhatian masyarakat Cirebon khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya,” kata Muiz di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (16/10).

Ia mengatakan, wasiat Sunan Gunung Jati ini tentang tajug mengandung makna tentang pentingnya pembinaan akidah, terutama pembinaan akidah di tajug atau nama lainnya, seperti mushalla, surau, dan masjid.

Sementara fakir miskin dapat dimaknai tentang pembangunan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pemberdayaan ekonomi masyarakat itu sendiri dapat dimaknai dari masjid atau mushala.

“Oleh karena itu, wasiat dari Sunan Gunung Jati memiliki arti yang sangat penting dan strategis yang terkait dengan pembangunan masyarakat,” ucapnya.

Oleh karena itu, Festival Tajug yang berisi lomba-lomba, halaqah dan expo ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat atas wasiat Sunan Gunung Jati.

“Harapan kita masyarakat semakin menyadari bahwa surau, mushala, masjid di dekat rumahnya adalah tempat yang penting untuk membangun akidah dan kesejahteraan bersama,” jelasnya.

Alasan lain penamaan Festival Tajug atas kesadaran bahwa Islam yang tumbuh dan berkembang di Indonesia dibawa oleh para wali.

“Wali Songo membawa Islam di Indonesia itu Islam rahamatan lil alamin, Islam yang memberi rahmat kepada semua makhluk Allah, Islam yang membawa kedamaian, Islam yang menciptakan keamanan,” katanya.

Untuk itu,  pihaknya mengaku berkewajiban untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa sejak ratusan tahun yang lalu, Islam yang dibawa para wali adalah Islam yang menebar rahmat. 

Dikatakan Muiz, berbagai kesultanan yang ada di Indonesia merupakan bukti bahwa Islam yang dibawa para wali penuh dengan rahmat.

“Kesultanan-kesultanan itu bukti sejarah hadirnya Islam di Indonesia. Dan bukti bahwa Islam di Indonesia adalah Islam penuh rahmat. Oleh karena itu, NU memandang bahwa kesultanan-kesultanan adalah bagian dari sejarah Islam yang harus kita hargai dan ajak bersama untuk membangun masyarakat yang baldatun toyyibatun wa rabbun ghafur,” pungkasnya. (Husni Sahal/Abdullah Alawi)