Nasional GUS DUR WALI (61)

Firasat Gus Dur jelang Tsunami Aceh

Sel, 3 April 2012 | 08:36 WIB

Jakarta, NU Online
26 Desember 2004 pagi yang cerah di Aceh tiba-tiba saja menjadi bencana mengerikan ketika gelombang besar dari laut atau tsunami meluluhlantakkan segala hal yang ada dibibir pantai. Ratusan ribu nyawa melayang dan nasib ratusan ribu rakyat lainnya mengenaskan akibat kehilangan harta benda dan keluarga yang menopang hidup.

Ditempat lain beberapa minggu sebelumnya, tepatnya di Masjid Agung Demak, H Sulaiman, asisten Gus Dur diperintahkan melalui telepon untuk membuka-buka Al Qur’an dan membaca ayat tepat di halaman yang dibuka tersebut.
<>
Halaman yang terbuka waktu itu adalah surat Nuh, yang menceritakan tentang banjir besar yang melanda dan menghabiskan umat nabi Nuh yang ingkar terhadap Allah.

Sulaiman pun bertanya kepada Gus Dur tentang makna atas surat dalam Al Qur’an yang dibacanya tersebut. “Akan ada bencana besar yang menimpa Indonesia,” kata Gus Dur, tetapi tidak menyebutkan secara detail dimana dan kapan, serta bentuk bencananya seperti apa. Sulaiman pun terdiam mendengan penjelasan tersebut dan tidak banyak berkomentar.

Benar saja, tak berselang lama, tsunami yang diakibatkan oleh gempa berkekuatan 8.9 skala richter, yang berkolasi di Samudera Indonesia, 32 km di dekat Meulaboh Aceh menghebohkan dunia dan menimbulkan korban lebih dari 200 ribu jiwa.

Kesedihan pun melanda bangsa Indonesia, dan secara bersama-sama semuanya bahu-membahu memberikan bantuan yang diperlukan sesuai dengan kemampuannya masing-masing untuk mengurangi penderitaan para korban serta melakukan upaya pemulihan.

Setelah kejadian tersebut, Sulaiman kembali mendiskusikan masalah bacaan surat Nuh dan bencana tsunami Aceh dengan Gus Dur.

“Ini merupakan peringatan Allah bagi orang Aceh dan bangsa Indonesia,” katanya.

Konflik di Aceh berupa keinginan sebagian masyarakat untuk memisahkan diri dari NKRI telah menimbulkan ribuan korban nyawa selama puluhan tahun. Berbagai upaya penyelesaian telah dilakukan, tetapi tak membuahkan hasil dan rakyat terus menderita. Masing-masing pihak tidak mau berkompromi untuk kepentingan rakyat banyak.

Peringatan dari Allah ternyata manjur.  Upaya mediasi yang sebelumnya sulit dilakukan ternyata bisa berjalan dengan baik dan menghasilkan perjanjian damai yang berlangsung sampai saat ini.



Penulis: Mukafi Niam