Nasional

Gelar Talkshow, INFID Bahas Minimnya Peran Perempuan di Ranah Politik

Jum, 31 Maret 2023 | 15:15 WIB

Gelar Talkshow, INFID Bahas Minimnya Peran Perempuan di Ranah Politik

INFID menggelar talkshow 'Menguak Minimnya Capres dan Cawapres Perempuan' di Jakarta, pada Kamis (30/3/2023). (Foto: NU Online/Syifa).

Jakarta, NU Online
International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) menggelar talkshow ‘International Women’s Day 2023: Menguak Minimnya Capres dan Cawapres Perempuan’ sebagai penggerak diskursus publik untuk mendorong perempuan Indonesia dapat berperan lebih signifikan dalam ranah politik, di Jakarta, Kamis (30/3/2023).

 

Program Officer INFID, Rizka Antika mengatakan Indonesia menempati urutan ke 107 di dunia, jika dilihat dari seberapa banyak keterwakilan perempuan yang ada di parlemen.

 

“Berdasarkan data World Bank pada tahun 2021, Indonesia berada di posisi 107 dari 183 negara di dunia jika dilihat dari seberapa banyak keterwakilan perempuan yang ada di parlemen,” ujar Rizka.

 

Ia menjelaskan, di Indonesia sendiri keterwakilan perempuan dalam parlemen masih di angka 20,87 persen. Jumlah tersebut merupakan rekor tertinggi sejauh ini.

 

Padahal dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dan UU Nomor 2 tahun 2011 perubahan dari UU Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik, telah mengamanatkan setidaknya 30 persen perempuan dicalonkan dalam daftar anggota parlemen.

 

Data yang dihimpun World Population Review pada tahun 2023 mencatat, bahwa di seluruh dunia hanya ada 21 persen perempuan yang menjadi perdana menteri dan 26 persen perempuan yang ada di parlemen.

 

Dari data yang dihimpun oleh World Value Survey pada kurun waktu 2017 hingga 2020, menurutnya ada  sekitar 50 persen dari responden di beberapa negara menganggap laki-laki lebih berkompeten dibandingkan dengan perempuan.

 

Satu-satunya solusi  yang harus dilakukan, kata Rizka, yakni melalui intervensi politik. Intervensi itu diharapkan dapat mengubah struktur sosial dan juga struktur politik yang ada di masyarakat.

 

“Intervensi politik diharapkan bisa mengubah struktur sosial dan juga struktur politik yang ada di masyarakat,” ujarnya.

 

Sementara itu, Pakar Hukum STH Jentera, Bivitri Susanti menilai proses politik yang inklusif perlu terus didorong dalam mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (TPB/SDGs).

 

“Representasi kepemimpinan politik yang inklusif turut memperkaya perspektif pembangunan dan mewakili kepentingan kelompok masyarakat yang beragam, sesuai dengan prinsip no one left behind pada TPB/SDGs,” kata dia.

 

Sebagai pemilu terbesar sepanjang sejarah Indonesia, menurutnya, pemilu 2024 harus mampu menghasilkan parlemen yang memenuhi kuota keterwakilan perempuan sesuai konstitusi serta kepemimpinan politik yang mendobrak budaya stereotype dan pratriarkis yang seringkali membelenggu partisipasi aktif perempuan.

 

“Demokrasi itu membutuhkan perempuan. Karena akan membuat situasi yang penuh akan kecermatan, warna dan pemihakan. Lebih dari itu dia membuka jalan untuk masuknya perspektif kelompok rentan,” jelas Bivitri.

 

Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Aiz Luthfi