Opini

Makrifat Waktu Pemilu 2024

Sab, 19 Februari 2022 | 08:00 WIB

Makrifat Waktu Pemilu 2024

Hari Senin terjadi pada Pemilu 1971, 1977, 1999 dan 2004. Sementara hari Kamis terjadi pada 1955, 1987, 1997 dan 2009.

Puncak pemilu serentak disepakati akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Keputusan ini diraih melalui rapat antara penyelenggara pemilu, pemerintah, dan DPR. Dalam tradisi penanggalan, hari pelaksanaan pemungutan suara bertepatan dengan Rabu Legi yang memiliki makna tersendiri.


Sejarah mencatat, dua belas kali kita melaksanakan pemilu legislatif sejak kemerdekaan. Sebagian besar dilaksanakan pada hari disunnahkannya puasa bagi umat Muslim, Senin dan Kamis. Masing-masing empat kali pelaksanaan. Hari Senin terjadi pada Pemilu 1971, 1977, 1999 dan 2004. Sementara hari Kamis terjadi pada 1955, 1987, 1997 dan 2009.


Selebihnya Pemilu dilaksanakan pada Selasa dan Rabu, masing-masing dua kali pelaksanaan. Hari Selasa pada Pemilu 1982 dan 1992. Hari Rabu pada dua Pemilu terakhir yaitu 2014 dan 2019. Tidak ada Pemilu yang dilaksanakan pada Jumat, Sabtu dan Minggu dalam sejarah pemilu legislatif kita.


Jika dihitung secara Pancawara (sistem hari dalam kalender Jawa Kuno yang berjumlah lima hari), hasilnya lebih variatif. Hari pemilu masing-masing dilaksanakan pada hari Pahing sebanyak empat kali, Wage tiga kali, Kliwon dan Pon masing-masing dua kali dan Legi satu kali.

 

Pancawara adalah satuan waktu yang digunakan sebagai patokan untuk hal-hal yang bersifat spiritual yang setiap harinya memiliki makna tersendiri. Pahing artinya rezeki, Wage artinya halangan, Kliwon artinya kehilangan, Pon artinya selamat dan Legi artinya nasihat. Pada umumnya kita menyebutnya dengan “pasaran.”


Jika hari dan pasaran tersebut kita gabungkan, maka akan menemukan makna tertentu. Kita ambil contoh; Pemilu legislatif terakhir jatuh pada 17 April 2019 atau Rabu Pahing berarti keinginan untuk mencari penghasilan. Pemilu sebagai tonggak reformasi yang dilaksanakan pada 7 Juni 1999 bertepatan dengan Senin Pon berarti banyak keselamatan dan kebaikan. Satu lagi, Pemilu yang menunjukkan awal kekuatan Orde Baru pada 2 Mei 1977 jatuh pada Senin Pahing yang berarti banyak rezeki.


Selain hitungan Panwacara, terdapat pula pandangan dan perhitungan secara keagamaan dalam merencanakan kegiatan tertentu. Syekh Sholeh Darat, guru KHM Hasyim Asy’ari peletak dasar Nahdlatul Ulama (NU) dan KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah, memberikan arahan. Menurutnya, hari baik adalah Senin, Rabu, dan Sabtu.


Mengapa? Karena Senin adalah hari di mana para nabi menerima wahyu, Rabu adalah hari di mana turun makanan ke bumi dan Sabtu adalah hari di mana bumi diciptakan. Pertimbangan hari baik juga diberlakukan pada hari Rabu untuk memulai menuntut ilmu, hari Senin untuk bercocok tanam, hari Kamis untuk berdagang dan hari Minggu untuk mendirikan bangunan.


Tidak hanya hari, memilih waktu baik juga berlaku buat bulan bahkan jam. Sebagian masyarakat melaksanakan pernikahan memilih bulan Syawwal atau Zulhijjah dan membangun rumah memilih bulan Rabiul Awwal atau Jumadil Ula. Syekh Ahmad Al-Buni dalam Kitab Syamsul Ma’arif memberikan keterangan, hari baik untuk berniaga adalah Selasa pagi hari, Jumat siang hari, atau Sabtu sore hari.


Menentukan hari pemungutan suara menjadi titik awal dimulainya tahapan. Sementara di antara tantangan pelaksanaan tahapan Pemilu 2024 serentak adalah berimpitannya dua tahapan. Irisan tahapan pemilu dan Pilkada jelas akan meningkatkan beban kerja penyelenggara.


Penetapan hari pemungutan suara sebagai basis penyusunan tahapan juga wajib memperhatikan waktu pencalonan Pilkada. Jika ada perselisihan hasil suara akan berpotensi melewati tahapan pencalonan tersebut. Demikian juga dengan penyelesaian perselisihan hasil pemilihan Presiden, jika ada putaran kedua akan melewati waktu pelantikan Presiden dan Wakil Presiden.


Selain berkaitan dengan irisan tahapan antara Pemilu dan Pilkada, penentuan detail tahapan juga perlu memperhatikan aktivitas sosial keagamaan yang begitu banyak terjadi di Nusantara. Misalnya hari raya dan hari libur nasional lainnya. Bahkan perlu juga memperhatikan istilah hari “kejepit” nasional. Memang hari pemungutan diliburkan, tapi sebelum atau sesudahnya juga hari libur, sehingga masyarakat memilih liburan.


Rapat bersama antara KPU, Pemerintah, dan DPR menyepakati waktu pemungutan suara adalah hari Rabu Legi, 14 Februari 2024. Rabu Legi juga bermakna istimewa, yaitu keinginan melakukan hal-hal yang baik.


Menghindari Risiko

Apapun hasil dari hitungan penetapan hari pemungutan suara, penyelenggara Pemilu, dan pemerintah wajib mempersiapkannya secara maksimal. Jika hasil hitungannya baik, maka wajib mewujudkan kebaikan itu. Kalaupun hitungannya buruk, wajib mengubahnya untuk berjalan baik.


Maka tanggung jawab utama sejak sekarang adalah mengantisipasi potensi-potensi perjalanan tahapan Pemilu yang memperburuk kualitas Pemilu. Hari pemungutan suara adalah pesta bagi semua pemilih yang dengan bebas dan riang gembira menentukan pilihan nuraninya.


Di antara hal yang perlu diantisipasi adalah kondisi alam. Cuaca ekstrem di zaman akhir ini sudah mulai tidak mengenal musim. Kadang sangat panas sehingga menyebabkan para petugas semakin kelelahan. Tiba-tiba hujan deras yang menyebabkan banjir di lokasi pemungutan.


Maka dari itu, untuk mengantisipasi risiko perubahan kondisi alam maka seluruh perlengkapan pemungutan suara wajib memiliki kualitas kuat dari segala cuaca dan tahan dari kondisi basah. Tidak ada lagi waktu pemungutan suara yang mundur karena sarana transportasi pengiriman tidak tepat waktu, entah karena kondisi geografi atau gelombang tinggi.


Keserentakan waktu pemilu juga diwujudkan dengan keserentakan waktu pemungutan suara. Tidak ada pemungutan suara lanjutan hanya karena perlengkapannya belum sampai tujuan. Kalaupun ada bencana alam atau kejadian lainnya yang menyebabkan tidak dapat dilaksanakannya pemungutan suara pada hari yang sama, maka lanjutannya tetap dilaksanakan maksimal.


Dan yang tidak kalah penting untuk memastikan waktu Pemilu bernilai baik adalah penguatan kondisi sosial. Masyarakat pemilih memandang waktu pemilu adalah waktu menentukan masa depan lima tahunan. Peserta pemilu menjanjikan perubahan nasib menuju kesejahteraan dan menghilangkan politik recehan. Politik uang dan politisasi SARA tidak mempengaruhi apapun saat di bilik suara.


Waktu pemilu adalah momentum perubahan bangsa ke arah yang lebih baik. Bukan hanya perebutan jabatan semata. Pemilu wajib menghindarkan diri dari pemilih yang apatis hingga apolitis. Pemilu tidak hanya melahirkan waktu untuk bermimpi tetapi pemberdayaan pemilih rasional yang memiliki daya tawar.


Pada dasarnya, semua hari itu baik. Waktu yang ditetapkan sebagai langkah untuk memulai tahapan Pemilu 2024 adalah permulaan kebaikan. Melakukan pelanggaran pada hari yang baik itu membuat Pemilu kita menjadi buruk. Dan Itu tidak baik.


Maka mari jadikan waktu pemilu sebagaimana waktu lebaran, dimana kehadirannya sangat kita nantikan. Kita nikmati pemilu sebagai ajang silaturrahmi, momentum yang selalu dinanti.


Masykurudin Hafidz; Pemerhati Pemilu dan Demokrasi, Founder CM Management.