Gus Baha Imbau Keturunan Ulama Pesantren Lanjutkan Tradisi Keilmuan
Kamis, 21 September 2023 | 21:00 WIB
Gus Baha dalam Majelis Tahlil Haul ke-52 KH Mashoem Achmad di Komplek Masjid Jami Lasem, Rembang, Jawa Tengah, Kamis (21/9/2023). (Foto: YouTube Lasem TV Official)
Ahmad Naufa
Kontributor
Rembang, NU Online
Pengasuh Pesantren Tahfidzul Qur’an Lembaga Pembinaan Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Al-Qur'an (LP3IA) Rembang, Jawa Tengah, KH Bahauddin Nur Salim atau yang akrab disapa Gus Baha, mengajak kepada dzurriyyah (keturunan) ulama untuk mencintai dan melanjutkan tradisi keilmuan pesantren.
“Karena alasan Tuhan memberikan derajat kepada khalilullah Nabi Ibrahim itu wa ja‘alahâ kalimatam bâqiyatan fî ‘aqibih,” terangnya, dalam Majelis Tahlil Haul ke-52 KH Ma’shoem Achmad di Komplek Masjid Jami’ Lasem, Rembang, Jawa Tengah, disiarkan dalam YouTube Lasem TV Official, Kamis (21/9/2023) sore.
Mengutip penggalan Surat Az-Zuhruf ayat 28, Gus Baha menjelaskan bahwa dzurriyyah inilah yang dipasrahi menghidupkan perjalanan kultur, tsaqafiyah atau tsaqafah (peradaban).
Ia lalu menceritakan, bahwa banyak putra kiai –di Jawa sering disebut Gus– banyak yang seringkali tidak punya uang. “Tapi asal masih shalat itu orang tuanya senang tak karuan,” terangnya.
Terkadang, lanjut santri Mbah Moen itu, anak para kiai itu juga senang dalam dunia politik, meski tak berhasil. “Tapi kalau masih mengajar Taqrib ya senang orang tuanya,” bebernya, menyebut istilah untuk kitab Fathul Qarib.
“Tradisi ilmu ini harus kita jaga, karena tak ada yang abadi di dunia kecuali ilmu,” kata Gus Baha.
Kemudian, kiai yang juga menjadi Rais Syuriyah PBNU itu mengutip pernyataan Imam al-Sya’rani dalam kitab Minanul Kubra, bahwa al-ma’arifu laa tuslabu, ma’rifatullah itu sesuatu yang tak bisa diberedel.
“Sebab itu, orang-orang alim itu, orang yang tak pernah diskusi tentang su’ul khatimah. Karena kalimah thayyibah itu tidak bisa diberedel,” imbuh kiai yang kerap tampil dengan peci hitam, baju putih dan sarung ini.
Sebab itu, Gus Baha mencontohkan, misalnya kita banyak salah, kemudian di dokumen kita tertulis kita banyak salah, asal di dokumen kita ada tulisan Laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah, itu kira-kira malaikat ditanya oleh Tuhan: “Kamu berani mengabaikan kalimat itu?”
“Tidak berani, Tuhan.”
“Ya sudah, kalau kamu tak berani mengabaikan, itu saja yang dipertimbangkan, jangan yang lain.”
Sebab itulah, lanjutnya, umat Nabi Muhammad ini mendapat rukhshah (keringanan). “Ya tidak usah dipraktikkan, hanya cerita dapat rukhshah, man qaala ‘laa ilaaha illallah’ dakhalal jannah (Barang siapa yang mengucapkan ‘laa ilaaha illallah’ maka masuk surga-red). Sampai ada pertanyaan terusannya, itu ribet, tak usah diteruskan,” ungkapnya.
Tampak hadir dalam acara yang disiarkan langsung ini, Habib Ahmad bin Idrus al-Habsy (Pasuruan), KH Zaim Ahmad Ma’shoem (Gus Zaim), Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH Ubaidillah Shodaqoh (Mbah Ubed), Pengasuh Pesantren API Tegalrejo Magelang KH M Yusuf Chudlori, Anggota DPR RI H M Arwani Thomafi, Gus Muh Balya Firjaun Barlaman Jember, para ulama, dzuriyyah Mbah Ma’shoem, Kapolres, Dandim, serta masyarakat umum.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Amalan Sederhana, Namun Bermanfaat Bagi Sesama
2
Khutbah Jumat: Perhatikan 4 Hal Ini Agar Amal Ibadah Diterima Allah
3
Khutbah Jumat: 3 Penyakit Hati yang Harus Dijauhi
4
Khutbah Jumat: Pendidikan sebagai Kunci dalam Menggapai Impian
5
Khutbah Jumat: Bersemangatlah, Mencari Nafkah adalah Ibadah
6
Khutbah Jumat: Bersabar dan Memetik Hikmah di Balik Musibah
Terkini
Lihat Semua