Nasional HAUL GUS DUR

Gus Dur Siapa Punya?

Sel, 24 Desember 2013 | 12:00 WIB

Saya terlahir di daerah Pantura (pantai utara) Kabupaten Subang yang berbasis NU kulutral. Namun saya belum kenal NU apalagi Gus Dur (GD), karena organisasi yang didirkan oleh mBah Hasyim Asyari ini tidak pernah disebutkan oleh guru-guru sejarah di sekolah pada masa Orde Baru.
<>
Karena NU pada masa itu merupakan Ormas yang tidak boleh muncul dalam sejarah Indonesia untuk tidak mengatakan Ormas “terlarang”

Pada pertengahan tahun 1997, sebelum Orba tumbang, saya disuruh orang tua untuk mondok di Pesantren Assalafiyah Kabupaten Subang. Di pondok inilah saya diperkenalkan dengan nama Nahdlatul Ulama. Kala itu saya diperkenkan oleh pengasuh, KH. Haromain tetang amaliah NU, dakwah NU, dan lain sebagainya.  

Baru satu tahun mondok, terjadi isu Reformasi dan dari situlah saya mendengar nama Gus Dur dari senior pondok, Sholihin. Katika itu, ia mencerita sosok Gus Dur, sepak terjangnya, dan peranannya menjadi salah satu tokoh Reformasi.

Dari situlah saya tertarik untuk mengetahui sosok Gus Dur dari surat kabar dan televisi yang sudah disediakan di pondok.

Reformasi pun bergulir dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) lahir, Gus Dur merupakan inisiator di balik pendirian partai ini. Di era Reformasi awal, PKB menjadi salah satu partai primadona yang menjadi tumpuan kaum sarungan, terutama saya saat itu.

Peritiwa yang akan terus teringat sampai kapan pun, ketika tahun1999 ada acara PKB di lapangan perkebunan Karet Kalijati Kabupaten Subang Jawa Barat yang dihadiri oleh Gus Dur, Alwi Shihab, Mathori Abdul Jalil, dan tokoh-tokoh NU Jawa Barat. Pengasuh Pesantren meliburkan santri senior dan mereka diikutkan untuk menghadiri acara PKB. Karana saya masih menjadi santri junior, akhirnya tidak diikutkan.

Namun, rasa penasaran saya ingin melihat langsung sosok Gus Dur yang sering diceritakan oleh senior pondok, saya meminta izin dengan sedikit “memaksa” untuk ikut dengan berbagai macam alasan dan akhirnya saya diperbolehkan untuk ikut.
 
Dengan hati yang sangat bergembira, akhirnya dengan memakai sarung dan peci ikut ke Kalijati Kabupaten Subang. Dan di situlah puluhan ribu orang telah berkumpul dari Kabupaten Indramayu, Cirebon, Purwakarta, Subang dan Karawang siap mendengarkan taushiah Gus Dur.

Sebelum Gus Dur memberikan taushiah, artis lawas, Hetty Koes Endang menyanyikan lagu tentang Gus Dur. Saya sudah lupa saat itu lirik lagunya. Namun yang masih teringat adalah bait terakhir, yaitu Gus Dur Siapa yang punya? Serentak puluhan ribu hadirin termasuk saya menjawab. NU dan Indonesia.

Tahun 1999 pun berlalu. Ketika Gus Dur menjadi presiden, saya istikomah membaca berita tentangnya di Koran. Selain itu, saya eksis “nongkrong” di depan televisi usai ngaji kitab Fathul Qarib pada pagi hari untuk menyaksikan berita-berita tentang sepak terjangnya.

Karena itulah, sampai-sampai teman saya ketika itu nyeletuk, kamu itu mau ngaji apa mau jadi politikus?

Jawab saya “Ingin mengenal Gus Dur lebih dekat walaupun hanya di koran maupun televisi”.

Kemudian teman saya bertanya lagi, “Apa kamu bisa sowan langsung ke Gus Dur?”

“Ah, jenengan, mana mungkin saya bisa ketemu dengan presiden? Tapi nanti kalau beliau sudah tidak jadi presdien aku pengen ketemu langsung,” jawa saya.

Namun mimpi untuk sowan dan bertemu langsung dengan Gus Dur, tidak kesampaian hingga beliau wafat. Namun saya bisa mengkhatamkan buku biografi Gus Dur yang ditulis oleh Dr. Greg Barton dan sekarang saya menjadi Gusdurian tulen. (Ahmad Rosyidi/[email protected])

Solo, 19 Desember 2013


Dalam rangka peringatan Haul KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), NU Online akan memuat tulisan anak-anak muda tentangnya. Setiap hari akan dimuat satu tulisan. Jika ingin turut berpartisipasi, sila kirim tulisan Anda ke [email protected].