Nasional

Gus Ishom: Jangan Percaya Fitnah, Pernyataan PBNU Selalu Ada Rujukan Kitabnya

Jum, 10 Januari 2020 | 06:00 WIB

Tasikmalaya, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Ishomuddin (Gus Ishom) menghadiri acara Pembinaan Warga Nahdliyyin dan Peresmian gedung ranting NU Desa Mandalaguna, Kecamatan Salopa, Kabupaten Tasikmalaya, Rabu, (8/1).

Setelah meresmikan Gedung Baru, Gus Ishom menyampaikan ceramah di hadapan ribuan Nahdliyin yang hadir. Ia menyampaikan, hari ini NU sedang banyak mendapat fitnah dari berbagai kalangan. Media sosial menjadi salah satu alat untuk menyerang NU baik secara pribadi atau secara institusi.

"Mungkin kita pernah dengar, dulu Ketua Umum PBNU dihujat dan difitnah karena berbicara semakin panjang jenggotnya semakin goblok orangnya. Padahal Kiai Said waktu itu sedang ceramah di pesantren, itu ceramah di kalangan warga NU, dimana pimpinan tertinggi NU hadir di sana," katanya.

Kiai Said lanjut Gus Ishom, sedang menyampaikan bahwa ia tidak ingin orang-orang NU hanya hebat dalam tampilan belaka, memanjangkan jenggot, jubahan, dahi dihitamkan, tapi tidak hebat dalam jiwanya, akhlaknya dan kedalaman ilmuannya.

"Ketua NU ingin mengatakan, ‘Hei orang-orang NU, jangan hanya panjangan jenggot, tapi ilmu dan wawasanmu tidak luas, akhlak mu tidak baik.’ Namun, karena ada orang-orang yang benci, akhirnya video itu dipotong dan disebarkan oleh orang tak bertanggung jawab untuk mencaci maki Kiai Said," katanya.

Gus Ishom mengatakan Ketua Umum PBNU bukan orang bodoh. Ia belajar di pondok pesantren puluhan tahun.

"Saya katakan bahwa apa yang disampaikan Ketua Umum PBNU, ada rujukannya dari kitab-kitab terdahulu," lanjutnya.

Lebih lanjut, kiai muda asal Lampung ini mengatakan, sekarang orang beragama lebih banyak memperhatikan penampilan fisik saja, pakaian ada pakaian syar’i, jilbab syar'i, padahal dulu, orang tua kita dulu pakai jilbab seadanya.

"Saya katakan, silakan saja mau pakai baju, jilbab, celana seperti apa juga, tapi jangan pernah mudah mengkafirkan sesama Muslim," lanjut Gus Ishom.

Kondisi keberagamaan  umat Islam Indonesia, sambungnya, baru tampak lahiriyahnya saja, belum pada kualitas keilmuannya.

"Contoh, anak yang kuliah baru belajar beragama, pulang ke desa tiba-tiba celananya jadi cingkrang, dahinya hitam, silakan saja, gak ada masalah, tapi jangan menyalahkan orang lain yang celananya melampaui mata kaki. Padahal Abu Bakar Siddiq, dulu jubahnya melampaui mata kaki. Pembelajarannya adalah dengan berpakaian kita tidak boleh menyombongkan diri," pungkasnya. 

Editor: Abdullah Alawi