Nasional

Gus Kikin: Gus Dur Bapaknya masyarakat Indonesia 

Kam, 22 Desember 2022 | 14:00 WIB

Gus Kikin: Gus Dur Bapaknya masyarakat Indonesia 

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) saat memberikan sambutan pada peringatan Haul Ke-13 Gus Dur di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Rabu (21/12/2022). (Foto: istimewa)

Jombang, NU Online

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang KH Abdul Hakim Mahfudz menyebut Gus Dur sebagai 'Bapaknya masyarakat Indonesia'. 


Disebut begitu karena sikap Gus Dur yang tidak pilih kasih kepada masyarakat dan selalu berusaha melindungi serta berlaku adil. Ibarat seseorang bapak yang memiliki beberapa anak, ia ingin semua anaknya merasa memilikinya. Merasa disayangi semuanya.


"Gus Dur merupakan Bapaknya masyarakat Indonesia. Gus Dur merupakan sosok yang luar biasa bagi saya," jelasnya saat peringatan 13 Tahun wafatnya Gus Dur di Pesantren Tebuireng Jombang, Rabu (21/12/2022).


Tokoh agama yang biasa dipanggil Gus Kikin ini menambahkan, alasannya menyebut 'Gus Dur Bapaknya masyarakat Indonesia' karena ia tanpa lelah memperjuangkan kelompok yang minoritas di tengah-tengah kelompok mayoritas.


Kelompok-kelompok agama yang minoritas di Indonesia, atas perjuangannya bisa tenang hidup di Indonesia di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas Islam. Dari perjuangan Gus Dur inilah, masyarakat beragama non-Islam, baik itu Kristen, Katholik, Hindu, Budha, maupun Konghucu bisa diakui oleh negara untuk keberadaannya di Indonesia sehingga masyarakat Indonesia yang khususnya non-Islam menggelari Gus Dur merupakan Bapak Pluralisme dan Nasionalisme.


"Panggilan ini dianggap pas untuk Gus Dur, karena ia yang berjuang untuk masyarakat kala masyarakat dahulu diterpa sebuah kondisi yang menelantarkan masyarakat," tegas Gus Kikin.


Bagi Gus Kikin, alasan lain Gus Dur layak disebut 'Bapaknya masyarakat Indonesia' karena ia tidak menunjukkan sikap fanatisme pada perbedaan keyakinan dan perbedaan agama.


Gus Dur tidak melihat seseorang itu asalnya dari mana, sukunya apa, bahasanya bagaimana, rasnya apa, dan sebagainya. Di mata Gus Dur, selama mereka adalah manusia dan ciptaan Tuhan, maka semua wajib untuk saling menghargai dan menghormati, bukan saling menindas dan menyakiti orang lain hanya karena perbedaan.


"Padahal, Gus Dur merupakan ketua (umum) PBNU selama tiga periode, cucu dari ulama besar Indonesia Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari, dan juga Presiden ke-4 RI, tapi Gus dur tidak membesar-besarkan latar belakangnya," ungkapnya 


Gus Kikin berpesan, hal positif dari Gus Dur terkait cara memandang keberagaman masyarakat Indonesia seharusnya bisa menjadi salah satu tauladan bagi semuanya untuk menjadi Muslim atau masyarakat yang baik.


Islam mengajarkan untuk saling mengasihi sesama makhluk Allah, baik itu sesama manusia atau hewan ataupun tumbuhan.


Apalagi bagi warga Nahdlatul Ulama, sudah seharusnya bisa menerapkan prinsip tawazun (toleransi). Toleransi dalam perbedaan agama, perbedaan suku, bahasa, ras, tradisi dan budaya. 


Maka, bila kita bisa memahami dan meneladani sifat dan sikap Gus Dur ini, bukan mustahil Indonesia akan menjadi negara yang damai dan negara yang baldatun toyyibatu warobbun ghofur.


"Sikap Gus Dur ini selaras dengan namanya, yakni Abdurrahman yang berarti hamba yang pengasih. Dari nama ini, terpancar sifat kasih sayang. Jadi mengasihi semua orang, mengasihi kaum minoritas, masyarakat jelata, dan lain sebagainya," tutup Gus Kikin.


Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syakir NF