Nasional

Gus Miftah Tanggapi Fenomena Insecure: Semua Orang Istimewa di Mata Orang yang Tepat

Kam, 2 Desember 2021 | 06:00 WIB

Gus Miftah Tanggapi Fenomena Insecure: Semua Orang Istimewa di Mata Orang yang Tepat

Ilustrasi: Semua orang termasuk para santri memiliki potensi dan keistimewaan untuk berkembang, sehingga tidak boleh merasa tidak percaya diri. (Foto: NU Online/Ibnu Nawawi)

Kediri, NU Online
Berkembangnya media sosial membuat orang berlomba-lomba menunjukkan jati diri mereka. Berbagai kejadian, aktivitas keseharian, dan pencapaian ditampilkan di setiap akun media sosial. Biasanya yang ditampilkan adalah hal-hal yang dapat meningkatkan personal branding. Hal ini membuat dampak positif bagi pengguna, namundapat  juga berdampak negatif bagi kesehatan mental seseorang yang merasa bahwa dirinya tidak bisa mencapai apa yang orang lain capai, seperti yang ditampilkan di media sosial. 


Oleh sebab itu, kebanyakan orang mengalami rasa insecure, yaitu sebuah kondisi mental yang membuat seseorang merasa tidak percaya diri, sehingga timbul rasa cemas dan takut secara berlebihan akan kekhawatiran masa depan. Seseorang juga akan cenderung membanding bandingkan dirinya dengan orang lain.

 
Pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji Yogyakarta, yaitu KH Miftah Maulana Habiburahman (Gus Miftah) menanggapi fenomena ini saat orasi di depan santri dan santriwati Pondok Pesantren Al Mahrusiyah Lirboyo dalam tayangan Youtube Elmahrusy Media, diakses Rabu (1/12/2021). Ia mengatakan bahwa pemuda saat ini tidak boleh merasa insecure terhadap pencapaian orang lain, karena jalan rezeki setiap insan sudah diatur oleh Allah swt.

 

“Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Athaillah As-Sakandari dalam kitab Hikam 'Hidupmu tidak usah kebanyakan ngatur, karena sudah ada yang ngatur. Manusia hanya perlu mengikuti aturan,"  kata Gus Miftah.

 

Ia menegaskan agar pemuda dan santri tidak perlu merasa insecure, yang terpenting lakukan dengan baik peran masing-masing. Jika santri maka maksimalkan ngajinya. Jika pemuda yang sedang bekerja, maksimalkan pekerjaannya. Ia mengingatkan bahwa mengkhawatirkan masa depan merupakan tanda lemahnya iman.

 

"Kita diingatkan, akan terkabul sebuah permintaan ketika kita sandarkan permintaan hanya kepada Tuhan, dan tidak akan mudah sebuah persoalan ketika kita hanya mengandalkan diri sendiri, tanpa mengandalkan Tuhan. Sangat perlu melibatkan Tuhan di segala situasi dan kondisi," ungkapnya. 

 

Gus Miftah memberikan contoh, persoalan tidur adalah hal sepele. Ketika Allah tidak menghendaki manusia untuk tidur, maka seseorang tidak akan bisa tidur.


"Saat saya mengajak jamaah umrah harus suntik meningitis, kan perlu adanya tes urine. Waktu itu ada jamaah umrah sampai 30 menit di toilet tidak keluar-keluar. Saya bertanya 'Kok lama?' Lalu ia menjawab urinenya tidak bisa keluar. Dan saat giliran saya, eh saya juga merasakan hal yang sama. Berarti di saat itu Allah belum menghendaki kita untuk buang air kecil," paparnya.


Selain itu Gus Miftah mengatakan, tidak ada yang bisa menolak segala yang Allah kehendaki. Meskipun orang sedunia menolak kalau kemudian Allah berkehendak maka akan kalah penolakan manusia. Sebagai manusia harus percaya diri, bahwa Allah menciptakan manusia dengan segala kemampuannya dan waktunya. Allah memberikan maziah masing-masing.


"Sehingga kemudian segala kekurangan yang kita miliki, tidak boleh membuat kita menjadi insecure  underestimate istilahnya, semua orang memiliki kelebihan masing-masing dengan bidang yang berbeda-beda, kita istimewa di mata orang yang tepat," kata Gus Miftah mengayomi santri.

 

Ia juga mengajak para santri agar terus husnudzon terhadap takdir hidup yang diberikan oleh Allah, karena di setiap kejadian hidup pasti terdapat hikmahnya. Seperti yang dikatakan Syekh Mutawaili Asy-Sya’rawi, ulama masyhur dari Mesir bahwa jika seorang hamba tahu maksud dibalik takdir yang ditetapkan kepadanya, pasti ia akan menangis  karena berburuk sangka kepada Allah swt.


"Jadi santri tidak usah galau soal rezeki dan besok bakal jadi apa. Karena rezeki kita sudah dijamin oleh Allah. Santri saat ini  bisa jadi apa saja, santri bisa jadi presiden seperti Gus Dur. Santri bisa jadi wakil presiden seperti Kiai Ma’ruf. Santri bisa jadi gubernur seperti Bu Khofifah. Santri bisa jadi menteri seperti Gus Halim, dan santri bisa jadi kiai viral seperti saya," canda Gus Miftah.


Kontributor : Siti Maulida
Editor: Kendi Setiawan