Nasional JELANG MUKTAMAR KE-34 NU

Gus Nadir: PBNU Perlu Rangkul Tiga Pihak

Sen, 25 Oktober 2021 | 10:00 WIB

Gus Nadir: PBNU Perlu Rangkul Tiga Pihak

“Jadi PBNU bisa siapkan apa kebutuhan masyarakat setempat. Ada kajian yang sudah kita lakukan di daerah setempat. Kemudian dikumpulkan lalu disosialisasikan. Ketum PBNU bergeraknya ke area yang sifatnya strategis,” terangnya. 

Jakarta, NU Online

Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia-New Zealand KH Nadirsyah Hosen (Gus Nadir) menegaskan bahwa Muktamar NU bukan pemilihan presiden (Pilpres) yang berkubu-kubu sehingga menimbulkan perpecahan. 


Ia lantas mengusulkan agar dalam kepengurusan ke depan, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dapat merangkul tiga pihak demi menjaga keutuhan dan kebersamaan NU. Hal ini harus menjadi pertimbangan bersama demi menjaga keutuhan dan kebersamaan NU. 


“Pertama, penjaga gawang Aswaja. Mereka itu seperti Gus Baha (dan) KH Ma'ruf Khozin, yaitu ulama yang menjaga ideologi dan identitas ke-NU-an. Jadi perlu merangkul yang bersifat ideologis. Kita membutuhkan kealiman mereka,” kata Gus Nadir melalui status facebook pribadinya (https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=426044815555649&id=100044504021158), dikutip NU Online, Senin (25/10).


Alasannya karena tokoh-tokoh NU saat ini sudah tersebar di mana-mana. Ada yang berkiprah di pemerintahan pusat dan ada yang berkhidmah melalui jalur keilmuan. Menurut Gus Nadir, para tokoh yang berada di jalur keilmuan itu ada yang cenderung berargumen secara internal dan ada yang cenderung berargumen dengan pihak lain seperti membantah soal bid’ah. 


“Ada juga yang konsen memilih untuk mengkonsolidasikan serpihan-serpihan pendapat di bahtsul masail, itu dikumpulkan dan disosialisasikan,” terang putra kedelapan dari KH Ibrahim Hosen, ulama Pendiri Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an (PTIQ) dan Institut Ilmu Qur’an (IIQ) itu.


Selain itu, tambah Gus Nadir, ada tokoh yang lebih memilih untuk menjalin hubungan baik antara madzhab dan aliran. Kemudian bertoleransi dengan aliran-aliran dan mazhab-mazhab lain. Bahkan, ada yang berteman baik dengan kalangan non-Muslim.


“Ada juga pembela utama doktrin Aswaja. Ada juga yang tidak mengerti Aswaja secara detil, tapi ikut tahlilannya, ikut istighatsah-nya karena mengabdikan dirinya untuk kepentingan NU. Spektrumnya sangat luas (sehingga NU butuh penjaga gawang Aswaja),” imbuh Gus Nadir. 


Pihak kedua yang perlu dirangkul PBNU dalam kepengurusan ke depan adalah para pemikir yang visioner. Gus Nadir berasumsi bahwa pihak ini bersifat strategis. Dijelaskan bahwa sebelum ketua umum PBNU berangkat ke berbagai daerah, perlu ada kajian dari para pemikir NU yang visioner tentang apa saja yang dibutuhkan di daerah itu secara strategis. 


“Jadi PBNU bisa siapkan apa kebutuhan masyarakat setempat. Ada kajian yang sudah kita lakukan di daerah setempat. Kemudian dikumpulkan lalu disosialisasikan. Ketum PBNU bergeraknya ke area yang sifatnya strategis,” terangnya. 


Lalu pihak ketiga yang harus dirangkul adalah para praktisi di berbagai bidang atau kalangan profesional. Gus Nadir kemudian menyoroti soal sistem keuangan di PBNU yang memerlukan perbaikan.


“Koin-koin (kotak infak) NU di berbagai cabang itu bagus tapi tidak cukup hanya itu. Kita harus punya sistem keuangan yang akuntable (bertanggung jawab) tapi juga aksesable (dapat diakses),” katanya.


Sebut saja, jumlah anggota NU terdapat 80-90 juta sehingga dibutuhkan dukungan sejumlah pihak dalam berbagai bidang. Di antaranya ekonomi, politik, sosial, budaya, olahragawan, pakar teknologi informasi yang mengelola big data, dan kaum milenial perlu dirangkul masuk kepengurusan PBNU.


“Dengan demikian, nanti yang masuk dalam kabinet PBNU jangan jatah-jatahan karena dia timses (tim sukses), dari partai tertentu, keluarganya, padahal tidak punya kapasitas. Nggak jelas pengabdiannya tiba-tiba masuk ke PBNU,” tegas Gus Nadir.


Ia mengingatkan, Muktamar NU tidak sekadar memikirkan sosok ketum PBNU-nya tetapi juga komposisi timnya. Di masa transisi menuju 2021-2026 ini, Gus Nadir berharap Muktamar NU bisa menjadi forum permusyawaratan yang berkualitas, bermartabat, dan bermanfaat.


“Karena itu perlu ada cetak biru (blue print) yang nanti disosialisasikan di Muktamar untuk jadi panduan NU memasuki abad keduanya,” tegas Gus Nadir.


Ditegaskan, kalau beberapa hal yang disampaikan Gus Nadir itu tidak dilakukan di Muktamar NU nanti dan hanya sibuk pada kontestasi pimpinan organisasi, maka NU akan kehilangan kesempatan untuk mengantisipasi tantangan dan peluang NU di abad kedua. 


“Itu sebabnya perlu terus didorong Muktamar NU nanti tidak seperti pilpres atau kubu-kubuan, sebab bisa pecah belah karena banyak sekali isu-isu yang sensitif yang akan dimainkan oleh semua pihak di arena muktamar, baik internal-eksternal, kekuatan lokal maupun global. Ini harus jadi pertimbangan bersama demi menjaga keutuhan dan kebersamaan NU,” tegasnya.


“Mudah untuk dituliskan, namun butuh kerjasama dan komitmen semua pihak untuk mewujudkannya, bukan?” imbuh Gus Nadir. 


Diketahui, Muktamar ke-34 NU akan dilaksanakan pada 23-25 Desember 2021 di Provinsi Lampung. Beberapa lokasi yang akan digunakan di antaranya Pondok Pesantren Darussa’adah di Kabupaten Lampung Tengah, serta Universitas Islam Negeri Raden Intan dan Universitas Malahayati di Kota Bandar Lampung. 


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Alhafiz Kurniawan