Nasional

Gus Rozin: Ideologi Pesantren Perlu Dipetakan Ulang

Sel, 20 Agustus 2019 | 08:00 WIB

Gus Rozin: Ideologi Pesantren Perlu Dipetakan Ulang

Ketua PP RMI PBNU H Abdul Ghofarrozin (Gus Rozin) memberi sambutan. (Foto: NU Online/Nurdin)

Jakarta, NU Online
Pesantren dinilai memiliki kontribusi besar untuk keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu dapat dilihat dari sikap santri yang mengusung arus nasionalisme yang tinggi.
 
Misalnya, pesantren mendukung sikap mencintai Tanah Air, menjaga kerukunan dan meneguhkan akidah berdasarkan nilai-nilai Islam Rahmatan lil Alamin. Namun terkadang saat Pemilihan Umum berlangsung, pesantren dinilai tidak lagi independen bahkan jauh dari nilai-nilai kemandirian.
 
Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma’had Islamiyah (RMI) PBNU atau Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama, H Abdul Ghofarrozin atau biasa disapa Gus Rozin, mengatakan pasca Pemilu 2019 pesantren perlu dipetakan ulang terutama soal ideologinya. 
 
“Saya kira pesantren kita perlu memetakan ulang Pasca Pemilu 2019, tidak soal politiknya tapi soal ideologisasi Pesantren,” kata Gus Rozin kepada NU Online di Kantor PP RMI PBNU di Krmat Raya, Jakarta Pusat, Senin (19/8) kemarin. 
 
Menurut Gus Rozin, pesantren memiliki jasa besar untuk keutuhan NKRI, sebut saja pesantren terbukti telah mampu mengusir penjajah yang ingin merebut kembali kemerdekaan RI tahun 1945. Selain itu, di pesantren telah diajarkan tiga pilar nasionalisme antara lain ukhuwwah islamiyyah (sesama muslim), ukhuwwah wathaniyyah (sesama anak bangsa) dan ukhuwwah insaniyyah (sesama manusia).
 
“Pesantren juga pernah ditinggalkan oleh negara, sehingga kemudian rekondisi negara terhadap pesantren itu berkurang pada akhir 70-an sekarang sudah lumayan membaik tetapi ada fase-fase tertentu di mana pesantren itu tidak cukup mempunyai bargain,” katanya. 
 
Besarnya pengaruh pesantren di masyarakat telah menjadikan banyak politikus merasa perlu menggandengnya. Pesantren diakui telah menjadi sentral lumbung suara pada setiap agenda pemilu di Indonesia. 
 
Hal tersebut juga menjadi penyebab munculnya framing bahwa pesantren tertentu tidak independen dan dipengaruhi oleh siapa yang datang berikut dengan janji-janji politiknya. 
 
“Kalau kita melihat berapa banyak janji-janji itu yang terealisasi, maka kemudian kita perlu menyatukan kembali, mengingatkan kembali ke pesantren bahwa kemandirian politik ini sangat jauh lebih penting daripada hal-hal yang sifatnya praktis bukan berarti kemudian para Kiai tidak boleh berpolitik, tentu boleh. Tetapi berpolitik yang didasari dengan kesadaran jangka panjang terutama kaitan dengan isu-isu kebangsaan dan isu-isu keberpihakan kepada pesantren,” ujarnya.

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Musthofa Asrori