Nasional

Gus Ulil Jelaskan Laparnya Orang Berpuasa Tingkatkan Konsentrasi  

Ahad, 17 April 2022 | 17:00 WIB

Gus Ulil Jelaskan Laparnya Orang Berpuasa Tingkatkan Konsentrasi  

Ketua Lakpesdam PBNU mengatakan ketika orang sedang lapar karena berpuasa akan meningkatkan kepekaan dan konsentrasi terhadap getaran-getaran yang bersifat ilahiah. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) menjelaskan tentang lapar sebagai jalan rohani yang dilakukan pada saat berpuasa di bulan Ramadhan.


Menurut Gus Ulil, saat seseorang berpuasa dan menyengaja mengosongkan perut dapat membantu untuk mengondisikan rohani menjadi lebih baik. Bahkan, katanya, orang yang perutnya kosong terkadang memiliki kualitas rohani yang lebih baik daripada orang yang kenyang. 


"Vibrasi rohani kita pada saat sedang lapar itu lebih intensif dan lebih kuat daripada pada saat kita kenyang. Kenyang seringkali membuat pikiran kita tidak konsentrasi; untuk membaca, belajar. Tetapi lapar justru menjadi jalan terbaik kita mengondisikan diri, rohani, dan pikiran untuk bisa lebih atentif, lebih memiliki perhatian kepada sesuatu," jelas Gus Ulil dalam tayangan Korelasi Lapar dengan Jalan Rohani diakses NU Online pada Ahad (17/4/2022). 


Ketika orang sedang lapar karena berpuasa, akan meningkatkan kepekaan dan konsentrasi terhadap getaran-getaran yang bersifat ilahiah. Namun pada saat kenyang, hati dan rohani seseorang akan menjadi kotor. Gus Ulil menganalogikannya seperti cermin yang sedang kotor dan tidak dibersihkan dalam waktu lama.  


"Sementara pada saat kita lapar itu seperti cermin yang baru dilap (dibersihkan) sehingga menjadi mengkilap dan bisa menangkap objek-objek yang ada di sekitarnya," ungkap Pengampu Ngaji Ihya' Online ini. 


Gus Ulil mengutip pernyataan Imam Al-Ghazali yang menggambarkan hati manusia seperti cermin atau kaca. Hati manusia adalah tempat untuk menerima ilham atau pengetahuan yang datang langsung dari Allah. Jika hati sedang kotor karena jarang dibersihkan maka hati tidak akan peka menangkap ilham yang datang dari Allah itu. 


Sementara salah satu cara untuk membuat hati, jiwa, dan rohani bisa peka terhadap sinyal-sinyal atau getaran-getaran yang datang dari Allah adalah dengan cara lapar. Getaran-getaran itu adalah ilham. 


"Ilham adalah pengetahuan yang tidak dipelajari dari buku dan guru, tetapi dari pengalaman langsung ketika berjumpa dengan pengalaman batin. Pengalaman-pengalaman rohani ini yang akan membuat kualitas seorang Mukmin menjadi naik," katanya. 


Lapar sebagai jalan rohani, menurut Gus Ulil, sangat penting dilakukan oleh orang beriman. Minimal dijalankan setahun sekali dalam waktu satu bulan. Sebab dengan begitu, seseorang akan mampu merasakan nikmatnya iman. 


Iman yang dapat dirasakan itu bukan iman yang sekadar dikerjakan sebagai tradisi yang diwariskan dari orang tua. Akan tetapi sesuatu yang dialami secara pribadi. Itulah yang membuat orang-orang beriman dapat menikmati Islam, iman, shalat, puasa, zakat, wudhu, Qur’an, dan membaca. Bahkan mampu menikmati hidup sebagai sesuatu yang bernilai secara spiritual. 


"Itulah pentingnya lapar di dalam puasa sebagai jalan rohani, untuk memperkaya makna di dalam hidup kita, iman dan Islam kita. Semoga kita bisa menemukan lezatnya iman, Islam, dan ibadah puasa," pungkasnya.


Keutamaan menahan rasa lapar 

Imam Al-Qusyairi menulis tentang bab lapar dan meninggalkan syahwat dalam karyanya Ar-Risalatul Qusyairiyah. Pada bab itu, Imam Al-Qusyairi menyebutkan keutamaan rasa lapar. Ia mengaitkan rasa lapar dan menahan syawat. Rasa lapar terbukti melahirkan banyak hikmah dan kebijaksanaan. Rasa lapar merupakan jalan spiritual para nabi dan orang-orang saleh terdahulu. 


 

Salah seorang sufi besar, Yahya bin Mu’adz mengatakan, "Andai lapar itu dijual di pasar, orang yang mengejar kehidupan akhirat tidak seharusnya membeli produk selainnya bila mereka memasuki pasar." 


Karena itu, lapar merupakan salah satu pilar spiritualitas yang ditempuh dan diajarkan para sufi terdahulu. Sementara pilar spiritualitas lainnya adalah mengendalikan ucapan, menghidupkan malam dengan ibadah dan tafakur, dan membatasi perjumpaan.


Pewarta: Aru Lego Triono 
Editor: Kendi Setiawan