Nasional

Gus Yahya Ajak Konsolidasi Nahdliyin untuk Aktivasi Demografi NU

Sen, 22 Agustus 2022 | 15:00 WIB

Gus Yahya Ajak Konsolidasi Nahdliyin untuk Aktivasi Demografi NU

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat menerima kunjungan IKA PMII di Gedung PBNU. (Foto: NU Online/Suwitno).

Jakarta, NU Online
Kian bertambah usia, kian banyak juga pengikut Nahdlatul Ulama (NU) atau nahdliyin. Secara jumlah, pengikut NU terus membesar. Jika pada Pemilu tahun 1955 NU hanya mendapatkan 18 persen suara, berbagai survei menyebutkan bahwa pengikut NU ada sekitar 50 persen dari total seluruh populasi umat Islam di Indonesia.

 

Namun, pertumbuhan jumlah pengikut NU ini beriringan dengan integritas karakter bangsa yang semakin merosot. Banyaknya orang NU tentu memiliki pemikiran yang tidak sama.

 

“Kalau kita biarkan proses ini berlangsung, risiko konsekuensi logisnya, NU ini hanya sekadar menjadi demografi pasif, hanya realitas demografis yang pasif,” kata Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat menerima kunjungan Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) di Gedung PBNU Lantai 5, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Senin (22/8/2022).

 

“Kalau menjadi begitu, wujuduhu kaadamihi, adanya (NU) seperti tidak ada,” lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.

 

Melihat fakta demikian, kiai yang akrab disapa Gus Yahya itu menegaskan, NU berupaya mengubah realitas pasif itu menjadi realitas aktif dengan menggerakkan NU sebagai agen atas agenda-agenda.

 

“NU ini dari kemungkinan menjadi realitas pasif bagaimana menjadi realitas aktif, menjadi agen dari agenda-agenda,” jelasnya.

 

Oleh karena itu, Gus Yahya menegaskan agar semua elemen di NU bergerak bersama dalam mewujudkan realitas demografis yang aktif itu dengan konsolidasi.

 

“Harus dikonsolidasikan supaya punya kapasitas untuk menjalankan agenda di tengah kekalutan dunia fana ini,” jelasnya.

 

Pasalnya, lanjut Gus Yahya, selama ini beberapa elemen di NU ini berjalan sendiri-sendiri. “Sementara kita tahu, sama-sama ngaku NU buat sendiri-sendiri tanpa tahu nyambung satu sama lain,” ujarnya.

 

Oleh karena itu, Gus Yahya memiliki gagasan governing NU atau menjadikan NU seperti pemerintahan. “Saya melakukan exercise sampai kesimpulan opsi paling realistis tentang konstruksi organisasi NU ini menjadikannya beroperasi laksana pemerintah dengan berbagai pertimbangan dan argumentasi,” katanya.

 

Sebab, sebagaimana disebut di awal, NU memiliki pengikut yang besar dengan corak bermacam-macam. Bedanya dengan pemerintah, hanya pada ketiadaan teritori dan pemaksaan terhadap pengikutnya.

 

“NU laksana negara, minus teritori dan wewenang paksa fisik. Elemennya punya nature seperti kewargaan negara,” pungkasnya.

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Aiz Luthfi