Nasional

Habib Salim Jindan, Ulama yang Bangga menjadi Indonesia

Sen, 1 April 2019 | 03:00 WIB

Habib Salim Jindan, Ulama yang Bangga menjadi Indonesia

Habib Salim Jindan (dok. istimewa)

Jakarta, NU Online
Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, dari segi ilmiah merupakan sosok istimewa. Dari sisi nasab, ia bagian dari ahlul bait (keturunan Nabi Muhammad SAW). Akan tetapi, dia asli Indonesia sekaligus bangga dengan keindonesiaannya.

Hal tersebut dikatakan Habib Ahmad bin Novel bin Salim Jindan dalam kajian Islam Nusantara Center (INC) yang digelar di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Sabtu (30/3). “Ini terlepas beliau kakek saya. Yang jelas, beliau sering mengungkapkan kebanggaannya terhadap Indonesia melalui karya-karyanya,” ujar Pengasuh Pesantren Al-Fachriyah ini. 
 
Habib Salim Jindan, kata dia, merupakan ulama produktif yang banyak menghasilkan karya tulis dari berbagai cabang ilmu, terutama di bidang hadits. Ia lahir di Surabaya. Sementara ayahnya, Habib Ahmad bin Husein bin Jindan, lahir di Manado, Sulawesi Utara. Adapun kakeknya, Habib Husein bin Soleh bin Jindan merupakan orang pertama hijrah dari Hadramaut ke Nusantara yang berdakwah di Sulawesi Utara hingga Fillipina. 

Menurut Habib Ahmad, kebanggaan Habib Salim Jindan itu dapat dilihat dari berbagai karyanya yang selalu menambahkan Al-Indunisiy di akhir namanya. “Beliau selalu menyebutkan namanya dengan Al-Allamah Al-Muhaddits As-Sayyid Salim bin Ahmad bin Jindan Al-Alawiy Al-Husainiy Al-Indunisiy,” ungkapnya. 

Selain bangga dengan Indonesia, Habib Salim Jindan juga banyak berguru kepada para ulama Nusantara. Bahkan, berbagai karyanya banyak mengutip karya ulama Nusantara. “Salah satu yang dikutip adalah karya ulama Tuban yang ditulis pada abad ke-14,” papar Habib Ahmad.  

Karya tersebut, lanjut dia, tidak hanya dikutip oleh sang kakek. Akan tetapi, ulama lain seperti Habib Ahmad bin Abdullah Assegaf yang pernah menulis kitab Fatat Garut juga mengutip karya ulama Tuban tersebut dalam karyanya mengenai Tarikh Kesultanan Banten. “Artinya, karya tersebut merupakan referensi penting untuk melihat sejarah Islam di Indonesia,” lanjutnya.

Menurut Habib Ahmad, Indonesia sebenarnya kaya akan peninggalan sejarah. Namun, perlu usaha besar untuk mengumpulkan naskah-naskah tersebut. Selain itu, ulama dari Indonesia juga sangat hebat. Sayangnya, mereka tidak pernah disebutkan di Timur Tengah. “Analisis saya, ini karena jaraknya yang jauh. Hampir di ujung dunia bagi orang Timteng. Selain itu, juga karena dari segi bahasa,” tandasnya. 

Banyak ulama Nusantara, lanjut dia, jika keluar dari Indonesia justru banyak menjadi rujukan di Timur Tengah. Sebut saja Syekh Nawawi Al-Bantani, Syekh Yasin Al-Fadani, Syekh Yusuf Al-Makassari, dan lainnya.

Habib Salim Jindan, kata dia, banyak menulis biografi para guru. Terhitung lebih kurang ada 400 tokoh yang menjadi gurunya. Sekitar 200-an merupakan ulama Nusantara. “Beliau menulis biografi tersebut secara detail mulai dari nasabnya, sanadnya, hingga pandangan-pandangannya,” ungkap Habib Ahmad. 

Adapun penyusunannya, lanjut dia, disusun sesuai mu’jam (abjad). Sejauh ini, dari karya biografi tersebut yang disimpan keluarganya ada empat jilid yang tiap jilidnya lebih kurang terdiri dari 1000 halaman. 

Dari empat jilid tersebut mulai huruf alif terputus pada huruf kha’ sisanya diperkirakan masih 20 huruf lagi yang belum ditemukan. “Wallahu a’lam, mungkin dimakan rayap atau karena memang faktor usia. Semua itu merupakan PR bagi kita untuk mengkaji kitab-kitab tersebut agar mengetahui sejarah ulama terdahulu,” pungkas Habib Ahmad. (Nuri Farikhatin/Musthofa Asrori)