Nasional

Halaqah Fiqih Peradaban di Kudus Munculkan 5 Gagasan Besar

Sel, 15 November 2022 | 21:30 WIB

Halaqah Fiqih Peradaban di Kudus Munculkan 5 Gagasan Besar

Suasana Halaqah Fiqih Peradaban di Pesantren Tahfidh Yanbu’ul Qur’an (PTYQ) Kudus, Ahad (13/11/2022) malam. (Foto: Istimewa)

Kudus, NU Online
Halaqah Fiqih Peradaban yang digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Pesantren Tahfidh Yanbu’ul Qur’an (PTYQ) Kudus, Jawa Tengah, menghasilkan lima gagasan besar yang dikaji dalam tema Fiqih Siyasah dan Masalah Kaum Minoritas.


Ketua Panitia Halaqah Fiqih Peradaban di Kudus, Ahmad Nashih, mengatakan bahwa sejumlah gagasan pokok yang muncul pada halaqah fiqih peradaban tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, penguatan kembali nilai-nilai agama sebagai solusi atas problem yang terjadi di tengah masyarakat. Bukan sebaliknya yang menjadi atau menambah masalah.


Kedua, penguatan pemahaman terhadap khazanah Islam klasik (kutub al-turats) untuk dikontekstualisasikan dengan situasi peradaban saat ini. Ketiga, mendorong lahirnya kader-kader santri yang berdikari, kuat, dan mapan di bidang sosial, ekonomi, politik sehingga bisa menjadi produsen ulung di masa mendatang.


Keempat, penguatan pesantren oleh NU secara institusional dengan memberi apresiasi kepada kaum perempuan khususnya, kaum marginal dan minoritas lainnya, dengan membuat kurikulum yang sesuai prinsip keadilan.


“Kelima, perlu adanya rumusan dan panduan terkait konsep maskut ‘anhu di dalam merespons problem-problem dalam konteks kebangsaan atau kenegaraan saat ini,” kata Gus Nashih dalam tayangan YouTube NU Online, Ahad (13/11/2022) malam.


Rektor IAIN Kudus Prof Abdurrahman Kasdi selaku pemandu halaqah menuturkan bahwa umat Islam Indonesia harus melindungi bahkan mengakomodir kelompok-kelompok minoritas.


“Hal ini perlu terus digaungkan dalam rangka membentuk persepsi Barat terkait bagaimana Islam di Indonesia yang sangat toleran dan moderat. Oleh karena itu, di sinilah pentingnya pelaksanaan beberapa kegiatan terkait halaqah fiqih peradaban agar proposional,” ujar Prof Dur, sapaan akrabnya.


“Terpenting adalah bagaimana peran NU di masyarakat. KH Hasyim Asyari saat mencetuskan lahirnya Resolusi Jihad juga dalam rangka mempertahankan NKRI yang di situ ada upaya-upaya untuk mengakomodir dan toleran kepada kelompok lain,” tuturnya.


Dalam sambutannya mewakili PBNU, Ketua Lakpesdam PBNU H Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) mengungkapkan bahwa gagasan awal adanya halaqah fiqih peradaban datang secara khusus dari Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf.


“Halaqah fiqih peradaban ini merupakan salah satu upaya untuk melibatkan para kiai di dalam percakapan mengenai masalah-masalah yang menjadi persoalan pokok di dunia,” tutur Gus Ulil.


“Salah satu keinginan Gus Yahya agar NU terlibat dalam memberikan solusi pada masalah-masalah tingkat internasional. Hal ini bukan berarti NU sudah selesai dengan permasalahan di tingkat nasional. Masih banyak masalah di tingkat domestik yang membutuhkan pemikiran para tokoh NU,” sambungnya.


Oleh karena itu, beberapa inisiatif PBNU akhir-akhir ini arahnya melibatkan NU dalam diskusi di tingkat global. Seperti pada awal November kemarin, PBNU menyelenggarakan acara besar di Bali dan di Yogyakarta, yakni Religion 20 sebagai bagian dari G20, yang mempertemukan para pemimpin agama dunia di Bali.


Pantauan NU Online, selain Gus Ulil dan Prof Dur, tampak narasumber lain yang hadir yakni Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dan Wakil Ketua Lembaga Bahsul Masail (LBM) PBNU KH Najib Bukhori.


Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori