Nasional

Harapan Baru Pembenahan dan Perbaikan KPK Usai Firli Bahuri Jadi Tersangka

Kam, 30 November 2023 | 12:30 WIB

Harapan Baru Pembenahan dan Perbaikan KPK Usai Firli Bahuri Jadi Tersangka

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melantik Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggantikan Firli Bahuri. Harapan baru mencuat terkait pembenahan dan perbaikan lembaga anti-rasuah itu. Firli Bahuri diberhentikan dari jabatannya karena ditetapkan menjadi tersangka dugaan pemerasan dan gratifikasi dari mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.


Sekretaris Lakpesdam PBNU, Ufi Ulfiah mengatakan ditetapkannya Firli sebagai tersangka bukan cerita baru. Merujuk pada rekam jejak Firli dalam melakukan sejumlah pelanggaran kode etik karena bertemu dan menjemput saksi yang berperkara dengan KPK. Kemudian penggunaan helikopter dari perusahaan swasta dalam kunjungan pribadi.


"Ini tidak mengagetkan, kan sebelumnya ada riwayat panjang soal buruknya kredibilitas Firli Bahauri. Kritik publik kan cukup deras. Kritik yang berasal dari fakta bahwa yang bersangkutan melakukan perilaku buruk sebagai komisioner KPK lebih lebih pimpinan," kata Ufi kepada NU Online, Rabu (29/11/2023).


Menurut Ufi, Ketua KPK terbaru harus sadar ada risalah sebelum Firli jadi tersangka. Cara membacanya, panjang dan holistik jangan parsial hanya karena kasus pemerasan yang menjadikan Firli tersangka. 


"Pak Nawawi harus membaca panjang risalahnya. Ada kredibilitas yang buruk sebelumnya. PR besar bagi jajaran komisioner yang baru khususnya ketua KPK terpilih," ungkapnya.


Ufi menuturkan, sejak awal kredibilitas Firli sudah dipertanyakan oleh publik itu sesuatu yang fundamental. KPK harus belajar dari kasus sebelumnya bahwa jabatan publik harus bersih dari rumor (dugaan), perspektif yang negatif. Sebab berkaitan dengan moral kredibilitas.


Kredibilitas ini, kata Ufi, erat kaitannya dengan moralitas. Pelajaran ini juga bukan hanya untuk KPK, tetapi untuk Pemerintah dan DPR. Sejak awal Firli orang yang dipertanyakan kredibilitas dan record-nya. Tetapi kan Pemerintah dan DPR tidak cukup peduli dengan suara publik. Padahal suara publik itu adalah suara rakyat.  


"Sejak awal kredibilitas kita pertanyakan. Lalu setelah memimpin Pak Firli diliputi banyak rumor. Ini saja sudah tidak pantas menjadi komisioner. Lalu rumor yang beredar di masyarakat itu ternyata benar. Jangan dibalik-balik rumor publik itu tidak berdasar. Dan bangsa atau kebijakan tidak bisa ditegakkan atas rumor. Bukan begitu yang harus dilihat. Kalau perilaku kita baik-baik saja kan tidak ada rumor. Sekarang sudah mendapat buktinya," paparnya.


Selain itu, KPK punya catatan riwayat kasus Kementan yang mangkrak selama tiga tahun hanya dibiarkan karena sedang melakukan negoisasi-negoisasi. 


"Ini memalukan karena kemudian ceritanya berasal dari rumah KPK sendiri. Publik yang menaruh harapan kualitas demokrasi, kebangsaan kita di punggung KPK, punggung itu sudah lunglai," ucap Ufi.


Ufi menyebut penetapan tersangka terhadap Firli Bahuri merupakan kulminasi atau puncak tertinggi dari proses seleksi calon pimpinan KPK yang buruk.


Sedari awal, kata Ufi, organisasi masyarakat sipil telah mendesak panitia seleksi (pansel) untuk tak meloloskan Firli karena rekam jejaknya yang dipertanyakan. Namun pansel tak menggubris hingga akhirnya dipilih oleh DPR dan pemerintah. Artinya, sejak awal elite politik menghendaki sosok problematik menjadi pimpinan KPK, lalu komitmen pemerintah juga dipertanyakan publik dengan adanya dengan revisi UU KPK.


Harapan baru untuk KPK 

Ufi mengatakan, pekerjaan berat menanti Ketua KPK baru Nawawi Polongamo yang dilantik menggantikan Firli Bahuri mulai dari perbaikan dalam internal KPK. Nawawi kini dihadapkan pada situasi rumah tangga KPK yang berantakan. Misalnya kasus lama Kementan mangkrak tiga tahun rupanya sedang ada negoisasi. 


"Artinya, di dalam rumah tangga KPK ada yang tidak beres karena itu leadership internal di KPK sebagai seorang Nawawi itu pekerjaan yang besar tidak bisa main-main," katanya.


Kemudian hubungan dengan masyarakat. Ufi menyebut mengembalikan kepercayaan publik tidak mudah. Kepercayaan masyarakat kini menurun dan tak bisa dibantah. 


"Jadi ada pekerjaan rumah tangga yang harus dibereskan soal komunikasi, kepemimpinan kolektif kolegial, visi bersama, integritas. Yang nampak dari kasus Firli itu rumah tangga enggak beres dari komunikasi politiknya, internal dirinya sendiri karena itu PR KPK saat ini besar. Kenapa masalah? Karena ada pimpinan yang melakukan kriminal ini buat saya aneh kalau yang lain tidak tahu. Tapi saya juga paham, pimpinan tertinggi, dalam hal ini ketua memiliki kekuatan-kekuasaan super. Jadi di sini ada relasi kuasa," jelasnya.


Ufi menjelaskan, strategi pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK tidak bisa diimplementasikan secara parsial, namun harus berdasarkan kesepakatan pimpinan. Artinya, lima pimpinan KPK harus memiliki satu visi yang sama jadi keputusan tidak dibuat hanya oleh satu orang. Ini menjadi penting bagi Ufi, karena ternyata ada informasi bahwa kasus mangkrak di KPK. 


"Hari ini kita dihadapkan pada pembelajaran situasi lembaga-lembaga yang itu tidak beres urusan di dalamnya karena dua satu orang yang teriintervensi oleh orang di luar KPK dan moral hazard dirinya. Dan itu nampak hari ini mulai dari KPK dan MK. Tidak ada namanya visi bersama--kesepakatan politik bersama--ini lembaga kredibilitasnya mau dibangun seperti apa? Itu PR besar ketua KPK Nawawi," terangnya.


Terlebih jelang tahun politik, Nawawi dan jajaran KPK harus berjuang keras menunjukkan kredibilitas dan potensinya untuk mengembalikan kepercayaan publik. 


Kekuatan masyarakat sipil

Ufi mengatakan di era digital ini, yang bisa diharapkan terus mengawasi dan melakukan political pressure ialah publik atau masyarakat sipil. Satu-satunya yang bisa kontrol KPK saat ini adalah publik.


"Kita harus menjadi citizen aktif yang terus melakukan kontrol. Kontrol ini biasanya ada di institusi pemerintah it's nothing. Hari ini kalau mau dibilang satu-satunya kontrol yang akan menjaga kualitas KPK hanya di publik," ujarnya.


Ufi menukil teori kebijakan publik (groups theory) bahwa satu kebijakan publik bisa lahir dari desakkan masyarakat. Ini yang bisa dilakukan netizen saat ini.


"Didesakkan dulu oleh publik karena menurut pengalaman dan kemudian ada catatan tesisnya bahwa kebijakan itu bisa lahir dari dorong publik, teorinya dalam kebijakan publik disebut groups theory. Kalau kita beriman pada teori ini, maka desakan apa pun kepentingan kita untuk melahirkan kualitas pemberantasan korupsi yang berkualitas," kata Ufi.


"Meski ada tantangan bahwa kebijakan itu adalah elite theory. Hanya sejarah juga membuktikan bahwa desakan publik mampu menerbitkan kebijakan yang relevan bagi penyelesaian problem-problem kita," tandasnya.