Nasional

Hari PRT Nasional, F-Buminu Sarbumusi Desak RUU PPRT Segera Disahkan

Rab, 15 Februari 2023 | 20:45 WIB

Hari PRT Nasional, F-Buminu Sarbumusi Desak RUU PPRT Segera Disahkan

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Federasi Buruh Migran Nusantara (F-Buminu) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Ali Nurdin Abdurrahman (tengah). (Foto: Sarbumusi)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Federasi Buruh Migran Nusantara (F-Buminu) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Ali Nurdin Abdurrahman mendesak DPR RI agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan menjadi UU.


Desakan itu kembali diungkapkan Ali Nurdin bertepatan pada momentum Hari PRT Nasional yang jatuh pada Rabu (15/2/2023).


Ali Nurdin mengungkapkan sebuah ironi yang terjadi dalam dunia ketenagakerjaan Indonesia. Ia menjelaskan, hampir 60 persen pekerja migran Indonesia di luar negeri bekerja di sektor PRT. Di negeri orang itu, mereka bergulat dan berjuang untuk mendapatkan hak-haknya secara layak.


"Tetapi sangat ironi ketika di negeri sendiri RUU PPRT belum disahkan (menjadi UU)," tegas Ali Nurdin kepada NU Online.


Menurut Ali, UU PPRT apabila disahkan akan menjadi representasi dari perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri. 


"Maka kami mendesak agar segera mengesahkan RUU PPRT menjadi UU PPRT. Kita banyak berjuang menuntut hak PMI di sektor PRT sementara Indonesia ternyata belum ada UU Perlindungan PRT," jelas Ali Nurdin.


Sebelumnya, Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) telah menyatakan dukungan atau mendorong agar RUU PPRT segera disahkan.


"Saya bersama dengan seluruh kader Fatayat NU mendukung segera disahkannya RUU Perlindungan PRT," tegas Ketua Umum Pimpinan Pusat Fatayat NU Hj Margaret Aliyatul Maimunah, Selasa (14/2/2023).


Hari PRT Nasional

Dilansir VOA Indonesia, momentum Hari PRT Nasional setiap tanggal 15 Februari lahir sejak 2007 sebagai hasil refleksi atas peristiwa penyiksaan dan kekerasan terhadap PRT Anak bernama Sunarsih (14).


Sunarsih menjadi korban perdagangan orang yang dipaksa bekerja di Surabaya, Jawa Timur. Semasa bekerja, ia mengalami penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi dari majikannya, serta tidak menikmati hak-haknya sebagai pekerja dan anak.


Hak-hak itu antara lain tidak diberi upah, jam kerja yang lebih dari 18 jam, diberi makan yang tidak layak, tidak mendapat akses untuk keluar rumah karena dikunci, tidak bisa berkomunikasi dan bersosialisasi dan tidur di lantai jemuran. Akibat seluruh perlakuan tersebut, Sunarsih akhirnya meninggal pada 12 Februari 2001.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan