Nasional

Darurat Perdagangan Manusia, F-Buminu Sarbumusi Desak Pemerintah Lakukan Penanganan Serius

Ahad, 5 Februari 2023 | 19:30 WIB

Darurat Perdagangan Manusia, F-Buminu Sarbumusi Desak Pemerintah Lakukan Penanganan Serius

Ketua DPP Bidang Advokasi F-Buminu Sarbumusi Abdul Rahim Sitorus. (Foto: dok pribadi)

Jakarta, NU Online
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Federasi Buruh Migran Nusantara (F-Buminu) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) mendesak pemerintah untuk melakukan penanganan serius terhadap maraknya human traficking atau perdagangan manusia.

 

Ketua DPP Bidang Advokasi F-Buminu Sarbumusi Abdul Rahim Sitorus menjelaskan, para pelaku bisnis perdagangan orang tak pernah kehabisan cara. Padahal pemerintah telah melakukan moratorium penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) melalui Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 260 Tahun 2015.

 

Namun, berbagai cara tetap dilakukan oleh para pebisnis perdagangan orang itu dengan skema berbeda-beda. Di antaranya dengan menggunakan visa ziarah atau bahkan visa cleaning service one channel. Cara ini dilakukan untuk mengelabui masyarakat tetapi pada akhirnya tetap dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga (PRT).

 

Salah satu penyebab perdagangan orang marak terjadi adalah karena kemiskinan dan sempitnya lapangan pekerjaan. Dua hal itu yang membuat animo masyarakat sangat tinggi untuk bekerja ke luar negeri dengan harapan bisa bertahan hidup dan meningkatkan perekonomian keluarga.

 

Menurut Abdul Rahim, meskipun mengetahui akan ada risiko yang sangat besar tetapi masyarakat akan tetap sangat antusias ketika ada iming-iming mendapatkan sejumlah uang dan janji manis dari para calo dengan proses mudah untuk bekerja ke luar negeri, terutama Timur Tengah.

 

F-Buminu Sarbumusi sendiri telah banyak menerima aduan kasus PMI yang diberangkatkan secara non-prosedural, tetapi kasus tersebut terus berulang seolah tidak ada itikad baik dari pemerintah untuk mencegahnya.

 

"Bisnis penempatan PMI ke Timur Tengah ini sulit diberantas karena melibatkan korporasi mafia berduit besar termasuk adanya keterlibatan oknum di berbagai lembaga pemerintah," tegas Abdul Rahim kepada NU Online, Ahad (5/2/2023).

 

Meski pemerintah melalui Kemnaker dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) berkali-kali melakukan inspeksi mendadak (sidak) tetapi tidak membuat pelaku jera.

 

"Seperti ada yang melindunginya bahkan berbagai cara dilakukan untuk memuluskan aksinya dalam meraup keuntungan bisnis kotornya," ucap Abdul Rahim.

 

Dibukanya Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) ke Arab Saudi tahun ini yang diharap menjadi solusi justru sepi peminat. SPSK hadir justru menjadi musuh bagi para pelaku perdagangan orang yang tidak mau kehilangan pasar.

 

"Mafia ini justru makin memasifkan peran calo sponsor hingga ke kampung-kampung bahkan tidak segan menambah iming-iming uang yang lebih besar, sehingga masyarakat akan lebih mudah dan tertarik kepada tawaran seperti ini," ucapnya.

 

Perdagangan orang itu akan lebih berbahaya terhadap PMI perempuan yang rentan terjadi eksploitasi seperti pelecehan seksual, kekerasan fisik, dan pemerkosaan karena majikan menganggap telah membelinya dengan harga yang tinggi. Sementara untuk melindungi kasus hukum PMI akan sangat lemah karena tidak adanya perjanjian kerja dan jaminan sosial.

 

Untuk itu, F-Buminu Sarbumusi mendorong pemerintah melalui  Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Ditjen Binwasnaker & K3) Kemnaker dan Satuan Tugas yang ada di BP2MI.

 

Kepada pemerintah daerah hingga desa, F-Buminu Sarbumusi mendorong agar lebih serius dalam mengimplementasikan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sehingga dapat terus melakukan perlindungan dengan memberikan sosialisasi yang lebih masif.

 

Selain itu, F-Buminu Sarbumusi juga meminta pemerintah lebih tegas dalam memberikan sanksi hukum kepada para pelaku dengan proses yang terbuka dan transparan, sehingga masyarakat pegiat dan peduli buruh migran ikut serta melakukan pemantauan.

 

"Dengan begitu diharapkan berdampak dan memberikan efek jera bagi para pelaku, setidaknya dapat meminimalisasi terjadinya penempatan non-prosedural yang mengarah pada tindak pidana perdagangan orang," pungkas Abdul Rahim.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Aiz Luthfi