Nasional

Harlah Ke-68, Ini Tiga Tantangan Kader IPPNU

Jum, 3 Maret 2023 | 06:30 WIB

Harlah Ke-68, Ini Tiga Tantangan Kader IPPNU

Safira Mahrusah saat menyampaikan sambutan pada Tasyakuran Harlah IPPNU ke-68 di Gedung PBNU lantai 8, Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023) malam. (Foto: NU Online/Naufa)

Jakarta, NU Online

Alumni senior Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Hj Safira Mahrusah memberi tiga pesan penting kepada kader IPPNU pada momentum peringatan hari lahir ke-68. Ketiga pesan yang merupakan tantangan itu menyangkut soal pribadi kader, Generasi Z dan digitalisasi.


“Pertama, kalian harus mengerti diri sendiri. Mengerti kalian sebagai pengurus IPPNU, mengerti masalahmu sendiri dan bagaimana cara menyelesaikan,” katanya, dalam Tasyakuran Harlah IPPNU ke-68 di Gedung PBNU lantai 8, Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023) malam.


Putri dari pasangan KH Mohammad Thochah Mansoer dan Hj Umroh Mahfudzhoh ini mengatakan, sudah saatnya pelajar NU harus benar-benar menjadi independen.


“Kedua, kalian sekarang harus tahu, bahwa abad ini, terutama di Indonesia ini, jumlah generasi seangkatan kalian – saya bilangnya adalah Generasi Z, bukan lagi Generasi Milenial – itu lebih dari 60 persen di Indonesia ini,” papar perempuan yang kerap disapa Bu Rosa ini.


Generasi Z, menurut Safira, merupakan pangsa yang sangat signifikan bagi IPPNU untuk berpartisipasi memberikan kontribusi. “Bagaimana mengawal mereka supaya menjadi generasi yang baik, yang nanti akan mengisi Indonesia emas pada tahun 2045. Ini penting sekali,” ucapnya.


Kemudian yang ketiga, masih menurutnya, abad ini merupakan abad yang penuh dengan perubahan yang sangat fenomenal, utamanya pascapandemi, yaitu digitalisasi.


Safira bercerita, pada awalnya, ketika membincang digitalisasi tahun 2016-2019, masih ada sebagian orang yang masih ragu akan dunia digital. Tetapi karena pandemi, menurutnya, bangsa Indonesia itu mengalami lompatan yang luar biasa dalam mencermati dan mengapresiasi teknologi yang sangat advance, yang sangat tinggi, yaitu digitalisasi.


“Dengan adanya pandemi, kita bisa melakukan komunikasi secara zoom. Pada awalnya, kalau kita mengadakan kegiatan, harus offline, harus didatangi oleh ketua-ketua, dan seremoni-seremoni yang sebetulnya, menurut saya, dalam ukuran sekarang ini tidak perlu. Tetapi dengan adanya pandemi ini kita kemudian menjadi biasa, menjadi familiar, dan kalian ini adalah lahir dari situasi seperti itu,” bebernya, panjang lebar.


Lalu, menurut Safira, apa yang harus dilakukan dengan digitalisasi itu? “Satu, kalian berarti sudah mudah menerima informasi yang sangat profan, yang sangat cepat, dari mana pun datangnya. Yang kedua, kalian mendapatkan ilmu tidak melalui hubungan guru dengan murid, tapi bisa langsung dari Mbah Google. Apalagi yang paling baru ini, Artificial Intelligence, Chat GPT. Ini tantangan buat para guru, kalau kalian guru, dan tantangan juga buat para dosen, kalau kalian dosen,” terang lulusan S2 Universitas Canberra Australia ini, menasihati.


Ia mencontohkan, seorang murid yang tidak belajar, dia hanya memencet tool yang namanya Chat GPT, materi apa pun akan bisa disampaikan dengan cara yang menarik, yang intelektual, dengan Bahasa yang santun. “Apa yang harus kalian lakukan dengan ini? Belajarlah untuk kemudian menguasai teknologi, terutama digital ini,” pesannya.


Mantan Dubes Indonesia untuk Aljazair ini menilai, NU zaman dulu selalu dianggap sebagai kelompok marjinal. Sekarang, menurutnya, sudah saatnya dengan abad yang kedua ini, IPPNU sebagai kader dari NU harus berdiri di tengah.


Selain itu, karena sekarang adalah zaman bonus demografi yang menempatkan aras anak muda sebagai center sebuah perubahan, Safira menginatkan IPPNU untuk mencoba mengantisipasi. “Buatlah sebuaj kegiatan-kegiatan yang di mana nanti kalian ini dengan adanya bonus demografi, kalian nanti akan menjadi leader, bukan sebagai pengikut,” pungkasnya.


Sebelumnya, Ketua Umum PP IPPNU Whasvi Velasufah dalam sambutannya mendorong agar kader IPPNU berlari cepat mengikuti perubahan.


“Diera disrupsi teknologi ini, IPPNU harus berlari cepat mengikuti perubahan. Enggak hanya berubah, namun kita harus terus belajar, up skilling, memiliki mindset yang grow. Jadi, di mana pun dan kapan pun, harus adaptif dan juga dapat selalu belajar, belajar yang baru dan tentunya terus belajar,” kata Vela, yang disiarkan langsung via Zoom dari Makkah.


Hadir dalam acara ini Ketua PBNU H Amin Said Husni, segenap pengurus PP IPPNU dan PP IPNU serta grup hadroh yang turut memeriahkan acara. Selain istighasah dan potong tumpeng, tasyakuran harlah ini juga diisi materi dari Dr Nur Rofiah dengan tema ‘Perempuan dan Strategi Gerakan Berazaskan Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah dalam Menyongsong Abad Kedua Nahdlatul Ulama.’


Pewarta: Ahmad Naufa

Editor: Fathoni Ahmad