Nasional

Hukum Golput pada Pilkada Bisa Haram Jika…

Kam, 18 Januari 2018 | 11:02 WIB

Pringsewu, NU Online
Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi dan kepentingan bangsa. Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama.

Demikian penjelasan Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Provinsi Lampung KH Munawir saat ditanya terkait penggunaan hak pilih masyarakat dalam pemilihan umum ataupun Pemilihan Kepala Daerah, Selasa (16/1).

Imamah dan Imarah dalam Islam, lanjutnya, harus sesuai dengan  syarat-syarat sesuai ketentuan agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat.

"Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib," tegasnya.

Menurutnya, memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut atau tidak memilih sama sekali, padahal ada calon yang memenuhi syarat, maka hukumnya haram.

"Umat Islam dianjurkan untuk memilih pemimpin dan wakil-wakilnya yang mampu mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar. Umat islam tidak benarkan untuk golput atau tidak menggunakan hak pilih," tegasnya.

Jika golput akan berdampak pada gagalnya pemilihan umum dan rusaknya tatanan pemerintahan, maka hukumnya haram.

Oleh karenanya, Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Lampung ini mengingatkan kepada seluruh masyarakat yang sudah memiliki hak pilih untuk dapat menyalurkan hak politiknya dengan memilih pemimpin pada pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada tahun 2018 ini.

"Pilihlah pemimpin yang akan memimpin daerahnya masing-masing dengan pemikiran jernih dan menata niat untuk mendapatkan ridho Allah SWT," imbaunya. (Muhammad Faizin/Abdullah Alawi)