Nasional

Inayah Wahid: Udara Sehat dan Bersih adalah Hak Setiap Orang

Sel, 13 Juli 2021 | 01:00 WIB

Inayah Wahid: Udara Sehat dan Bersih adalah Hak Setiap Orang

Ilustrasi: menciptakan udara yang bersih perlu dilakukan karena udara yang sehat dan bersih adalah hak publik.

Jakarta, NU Online
Pemerintah Indonesia dalam aturan Undang-undang telah mencantumkan hak atas lingkungan yang baik dan sehat untuk warganya. Namun, faktanya di lapangan terdapat kelalaian dan hak itu tidak tercapai.


Hal itu yang menjadi alasan Inayah Wulandari atau Inayah Wahid bergerak bersama 32 orang dari berbagai latar belakang melakukan gugatan atas isu pencemaran polusi udara kepada pemerintah.

 

"Jadi ada tujuh pihak yang kami gugat yakni Presiden, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kesehatan, Menteri dalam negeri, Gubernur DKI, Jawa Barat dan Banten. Namun, sayangnya selama dua tahun menggugat mereka (para tergugat) cenderung lari dari kewajibannya," tutur Mbak Nay, sapaan akrabnya di kanal YouTube Gusdurian TV, Senin (12/7) malam.

 

Dalam acara bertajuk Udara Sehat, Iklim Selamat itu, Mbak Nay mengungkapkan pada saat PPKM ataupun PSBB aktivitas penggunaan transportasi menurun drastis. Namun, udara di Jakarta masih tetap tidak bagus karena ada pencemaran yang terjadi dari daerah Banten dan Jawa Barat.

 

Lebih jauh putri kandung KH Abdurrahman Wahid itu menjelaskan bahwa pencemaran udara bukan sesuatu yang berdiri sendiri dan hanya satu pihak yang bertanggung jawab. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya polusi udara yakni transportasi, aktivitas rumah tangga, industri, batu bara.


Adapun pencegahannya menurut Mbak Nay dengan memilih transportasi publik (atau) berkendara dengan sepeda, mengurangi aktivitas-aktivitas rumah tangga yang berhubungan dengan polusi, kalau di Jakarta ada aturan dilarang bakar sampah. Kemudian, meminta publik mendukung bahwa udara sehat adalah hak kita semua atau publik.


Sementara itu, aktivis Front Nahdliyin untuk Keadilan Sumber Daya Alam (FNKSDA) Roy Murtadho menilai selama ini pemerintah belum bisa serius bahkan cenderung mengingkari perjanjian kebijakan Paris terkait krisis iklim di Indonesia. Contohnya di tengah pandemi, pemerintah terus melakukan genjotan di PLTU Suralaya, Jawa, Cirebon dan Indramayu. Padahal, 46 persen oksigen dan karbondioksida dunia atau global berasal dari PLTU Batubara dan penyokong utamanya adalah sektor energi transportasi.


Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Kendi Setiawan