Jakarta, NU Online
Hubungan diplomatik antara India dan Indonesia kini genap 70 tahun. Kedutaan Besar India untuk Indonesia memilih NU untuk bekerja sama dalam peringatan hubungan tersebut, berlangsung di Aula Langen Palikrama Pegadaian, Jakarta Pusat, Jumat (17/5). Peringatan dikemas dengan nuansa keislaman yang diakhiri dengan buka puasa bersama.
Menurut Ketua PBNU Hanif Shaha Ghofur peringatan tersebut memiliki dua kata kunci yaitu persahabatan dan perdamaian kedua negara baik secara politik maupun kebudayaan. Kedua belah pihak dalam memiliki hubungan erat dalam hal tersebut.Â
"Keduanya punya sejarah panjang," katanya selepas kegiatan tersebut.Â
Menurut dia, kalau ditarik lebih jauh, sebetulnya hubungan India dan Indonesia telah berlangsung sejak berabad-abad lalu. Namun dalam bentuk negara bangsa modern telah genap 70 tahun.
Dalam peringatan tersebut, kata Hanif, Kedubes India ingin memamerkan kebudayaan Islam di India. Sebab, India juga memiliki sejarah panjang terkait kehidupan dan kebudayaan Muslim. Bahkan di negara tersebut pernah berdiri kerajaan Islam.
"India memiliki penduduk Muslim besar. Mereka ingin memperkenalkan kebudayaan Islam ke Indonesia," tambahnya.Â
Pameran kebudayaan Muslim Indonesia dilakukan di beranda Gedung PBNU selama seminggu. Pameran tersebut berupa foto makam, masjid, istana, dan pertemuan Presiden India Narayana dengan Presiden Indonesia yang pernah menjadi Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).Â
"Ternyata banyak budaya keagamaan Islam India mempengaruhi kebudayaan Islam Indonesia. Kiai Said menyebutkan ada banyak tokoh Islam asal India yang mempengaruhi keberagamaan Indonesia mulai dari fikih, tarekat dan pemikiran sufi. Banyak kitab pesantren di antaranya Fathul Mu'in yang menjadi rujukan di Indonesia," jelasnya.Â
Dengan demikian, menurut Hanif, corak Islam di kedua negara memiliki banyak kesamaan di antaranya sikap akomodasi dan toleran terhadap perbedaan agama, mazhab, dan pemikiran
"Dan India memilih NU untuk bekerja sama dalam pameran karena dinilai sama-sama mengapresiasi akar tradisi keislaman," pungkasnya. (Abdullah Alawi)