Nasional

Indonesia Kuat karena Ada Nahdlatul Ulama

NU Online  ·  Sabtu, 16 Maret 2019 | 14:30 WIB

Indonesia Kuat karena Ada Nahdlatul Ulama

Haflah Akhirissanah Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah.

Semarang, NU Online
Indonesia dengan berbagai kekayaan yang dimiliki merupakan sebuah anugerah luar biasa dari Allah SWT. Karenanya, yang harus dilakukan adalah bersyukur atas kurnia yang ada.

Hal tersebut disampaikan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Koordinator Wilayah atau Korwil Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Mujiburrohman. Pada Sarasehan Haflah Akhirissanah Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah XXIX tersebut, dirinya  mengingatkan agar mensyukuri nikmat Allah SWT atas sebuah negara yang subur dan penuh dengan potensi alam. 

"Mensyukuri nikmat Allah dari semua sisi, dari sisi kesuburan tanahnya, dari sisi keramahannya, dan sebagainya,” katanya, di Auditorium Universitas Negeri Semarang, Banaran, Gunungpati, Kota Semarang, Sabtu (16/3).

Namun demikian, dirinya memahami di mana dinamika politik yang ada selalu berusaha merusak hal tersebut. Karenanya, ia mengingatkan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Jangan mudah terprovokasi dengan mereka yang mengatakan negara ini gagal, sistem negara ini thoghut," kata Gus Mujib, sapaan akrabnya.

Dirinya melanjutkan, Indonesia memiliki kekuatan pada organisasi masyarakat keagamaan yang mengajak masyarakat untuk melaksanakan ajaran agama sekaligus menjaga tatanan masyarakat dan tradisi yang ada. "Indonesia menjadi negara yang paling kuat dari struktur masyarakatanya karena ada organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama," tegasnya.

Lebih lanjut Gus Mujib menegaskan kenetralan NU bukan berarti tidak ikut campur dalam politik. "Politik NU adalah politik kenegaraan," ucapnya. Kalaulah politik NU itu adalah politik kekuasaan, sejak berdirinya sudah diambil semua struktur negara dari tentaranya sejak Indonesia merdeka, tapi faktanya tidak, lanjutnya.

Dalam paparannya, Gus Mujib mengingatkan untuk tak termakan isu dan propaganda pihak yang tak bertanggung jawab dalam memaknai khittah. "Jangan apatis terhadap politik, kalau ada yang mengatakan kita ini khittah, khittah tak boleh berpolitik. Itulah propaganda mereka untuk menguasai negara ini dan mengganti sistem negara," pesannya.

Dia menerangkan para pahlawan laskar kiai dan santri, laskar Hizbullah, Sabilillah yang tak pernah dicatatkan dalam buku sejarah nasional. Para kiai dan santri, ucapnya, kembali ke pesantren begitu Indonesia merdeka, komitmen untuk tak mengambil bagian dalam politik kekuasaan juga ditunjukkan pada beberapa penjagaan dan pengamanan negara dari ancaman yang berasal dari dalam negeri.

Sementara, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip), Universitas Wahid Hasyim Semarang (Unwahas) M Nuh menerangkan peran NU sebagai gerakan sosial kemasyarakatan berbasis agama yang menjaga tradisi lokal melalui praktik keagamaan juga meneguhkan hingga terbentuknya sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

“Ada sejumlah fakta sejarah yang tak dituliskan dalam sejarah nasional seperti para laskar, resolusi jihad, pengukuhan Presiden Sorkarno di tengah guncangan bahaya laten dan sebagainya,” tandasnya. (Rifqi Hidayat/Ibnu Nawawi)