Nasional KONGRES XIX IPPNU

Ini Tiga Kandidat Ketum IPPNU dalam Kongres XIX dan Gagasan Besarnya

Sel, 9 Agustus 2022 | 23:02 WIB

Jakarta, NU Online 

Kongres XX IPNU dan XIX IPPNU akan digelar di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta pada 12 sampai 15 Agustus 2022 mendatang. Ada tiga kandidat Ketua Umum Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) periode 2022-2025 yakni Washfi Velasufah, Afifah Marwa dn Khairatul Ni’amah. 


Ketiganya memiliki gagasan dan program yang akan diimplementasikan apabila terpilih menjadi nakhoda IPPNU selanjutnya. Seperti Washfi Velasufah, kandidat asal Kudus, Jawa Tengah yang memiliki gagasan memperkuat skala prioritas IPPNU khususnya dalam akselerasi peremajaan kader.


“Ingin mengimprovisasi beberapa program yang menjadi kebutuhan pelajar dan tantangan global guna menciptakan pelajar putri NU yang progresif dari sumber daya manusia (SDM). Sehingga melahirkan organisasi yang masif guna menyongsong NU abad ke-2 juga menjawab perubahan dan tantangan zaman,” ungkapnya dalam video wawancara kandidat ketum IPPNU di kanal Youtube TVNU, Selasa (9/8/2022).


Beberapa program yang ia tawarkan adalah pertama, penguatan ideologi dan nilai-nilai spirit dalam berorganisasi yang dapat mewujudkan militansi dan loyalitas kader IPPNU, seperti halnya optimalisasi dalam berorganisasi. 


“Kedua, penguatan struktur organisasi dalam hal ini memasifkan komisariat dengan mencanangkan program Komisariat Development Center. Ketiga, menciptakan ruang-ruang kreatif dan aktualisasi para pelajar seperti program student corner, kreatif HAM, dan lainnya,” jelas Bendahara Umum PP IPPNU periode 2018-2022.  


Untuk itu dibutuhkan strategi dalam percepatan dan pencapaian program tersebut. Strategi pertama, ungkapnya, menyatukan gagasan untuk bersama-sama melakukan gerak IPPNU dengan langkah memperkuat skala prioritas dalam hal ini ada prioritas jangka panjang, pendek, dan menengah.


Kedua, membangun sinergitas dengan stakeholder terkait sebagai bentuk kolaborasi organisasi IPPNU baik di internal maupun eksternal. Ketiga, melakukan monitoring dan evaluasi berjangka sebagai bentuk controling organisasi.


Sementara itu, kandidat asal Bojonegoro Jawa Timur, Afifah Marwa memiliki gagasan memperkuat komisariat dari hulu ke hilir salah satunya dengan membuat kanal nasional Komisariat Conection. Komisariat ini dinilai menjadi salah satu sub di IPPNU atau satu struktur pimpinan di komisariat yang fokus di sekolah-sekolah.


“Jangka pendek yang bisa kita lakukan adalah konsolidasi di internal IPPNU. Bentuknya menjaring seluruh pimpinan komisariat untuk kita rembug bersama menentukan langkah ke depan akan di bawa kemana komisariat ini,” kata perempuan jebolan Universitas Indonesia.


Untuk mewujudkan komisariat conection, Afifa mencanangkan beberapa program. Pertama, safari komisariat, program ini menurutnya untuk menstimulasi setiap pimpinan cabang (PC) agar bisa memiliki satu komisariat di sekolah umum. 


“Kita punya program safari komisariat. Tim khususnya pimpinan pusat yang memantau dan mendampingi,” terang Sekretaris Bidang Pengembangan Organisasi PP IPPNU periode 2018-2022 ini. 


Kedua, lanjut Afifa, menyelenggarakan festival tahunan untuk para pelajar putri NU. Sistemnya dibuat seperti piala nasional generation NU atau NU World. Ketiga, melakukan makesta raya di kota-kota besar. 


“Progam-program yang saya lakukan tidak banyak menawarkan yang bersifat seremonial karena yang saya rumuskan hasil kita berdealitika, rumuskan, dan gagasan yang kita benahi aja. Sifatnya mendasar dari hulu ke hilirnya karena kalau bicara komisariat itu salah satu sumber kader kita dapatnya dari mana kalau nggak di komisariat?” ungkapnya. 


Mengenai strategi pencapaian program menurutnya dibutuhkan langkah konkret. Pertama, konsolidasi dulu secara nasional satukan frekuensi gerakan IPPNU ke depan khususnya di sekolah-sekolah melalui forum nasional. 


Kedua, menjalin stakeholder dengan berbagai pihak yang akan menunjang. Selain itu dibutuhkan intervensi PBNU untuk memperkuat regulasi kader IPPNU. 


“Pastinya kita harus merujuk ke PBNU dalam artian apa yang bisa kita minta ke beliau untuk  mengawal, khususnya dari sisi regulasi membackup kita ke berbagai instansi terkait yang membawahi sekolah-sekolah baik sekolah umum maupun level madrasah. Ini perlu sekali pengawalan dari PBNU sebagai banom untuk membersamai dalam hal penguatan,” tuturnya. 


“Tantangan selama ini yang dilalui IPPNU perlu adanya intervensi besar bisa dari dalam IPPNU sendiri, PBNU dan juga kerjasama dengan stakeholder pemerintah karena dari sisi perkembangan organisasi perlu stimulan suport yang bisa menunjang di lapangan,” imbuhnya. 


Kandidat lain, Khairatul Ni’amah dari Blitar Jawa Timur mengatakan, ingin mempertajam penguatan ideologi Aswaja an-Nahdliyah, kebangsaan, dan kebudayaan para kader IPPNU. Visi ini berangkat dari kegelisahan banyaknya intoleransi yang merajalela di kalangan pelajar khususnya yang membidik pelajar putri. 


Tiga hal ini menurutnya akan terus dimasifkan sehingga nantinya IPPNU memiliki kontribusi, sumbangsih untuk bangsa melalui karakter yang terporos dari tujuannya mencetak, mewujudkan pelajar putri NU yang berakhlakul karimah, berilmu, dan punya wawasan kebangsaan. Sesuai tujuan lahirnya IPPNU.  


“Organisasi IPPNU didirikan untuk mereproduksi kader-kader, pelajar, masyarakat yang intelek. Yang harus kita bawa adalah program-program keterpelajaran yakni kita tanamkan pelajar yang berakhlak, bagaimana potensi kader akan terwadahi, berkembang, sehingga IPPNU menjadi rumah kawah candradimuka bagi pelajar putri di seluruh Indonesia,” jelas Khaira. 


Pertama, penguatan entrepreneuer atau skill. Kedua, program unggulan sekolah teknokrat. Sekolah ini menurutnya sebagai wadah  mendorong IPPNU yang punya bakat menjadi guru, teknokrat, akademik atau lainnya supaya jadi seorang profesional. Ketiga, membuka aksesibilitas pendidikan.  


“Karena dimensi kaderisasi yang sangat sukses adalah bagaimana pelajar putri terus belajar. Berapa banyak IPPNU yang bergelar master, doktoral, yang nantinya profesor. Itu semua adalah dimensi dari kaderisasi di IPPNU,” ujarnya. 


Keempat, program kemah santri sebagai tadabbur alam oleh KPP. Artinya lingkungan dan sebagainya itu menjadi fokus utama pelajar putri sebab selama ini perempuan kerap dirugikan karena pencemaran lingkungan. Dampaknya, kesuburan perempuan akan terganggu itu yang menjadi goals dari Korps Pelajar Putri Indonesia.


Ketiga, festival pelajar Islam. Wahana ini untuk menggali potensi-potensi pelajar putri dalam kebudayaan  juga menjadi sumbangsih khidmah NU untuk nguri-nguri kebudayaan bangsa. 


“Seluruh program kerja yang saya bawa berdasarkan dari tracking atau pengalaman dari ranting, pac, pc, pw menjadi kebutuhan maupun potensi pelajar putri sehingga tercantum seluruh program-program itu,” jelasnya. 


Ia menganalogikan program tersebut seperti NU yang dilahirkan melalui berbagai tahap. Pertama, dengan kata Nahdlatut Tujjar sehingga warga NU memiliki kemandirian dalam hal skill. Kedua, Nahdlatul Wathan, penguatan nasionalisme. Ketiga, Tashwirul Afkar. Terbentuk kader-kader yang punya potensi dalam bidang skill maupaun teoritik. 


Kontributor: Suci Amaliyah

Editor: Fathoni Ahmad