Nasional

Jabatan Kades 9 Tahun Membuka Peluang Besar Penyelewengan Dana

Jum, 20 Januari 2023 | 19:00 WIB

Jabatan Kades 9 Tahun Membuka Peluang Besar Penyelewengan Dana

Anggota DPR RI Adisatrya Suryo Sulisto saat menerima aspirasi dari Kepala Desa (Kades) dari Kabupaten Banyumas dan Cilacap terkait dengan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2022). (Foto: www.dpr.go.id).

Jakarta, NU Online
Kepala desa yang tergabung dalam Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) ramai-ramai datang ke Jakarta untuk berdemonstrasi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/1/2023) kemarin.

 

Mereka menuntut perpanjangan masa jabatan kepala desa yang sebelumnya enam tahun menjadi sembilan tahun. Mereka juga meminta DPR merevisi masa jabatan yang diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

 

Merespons hal itu, Peneliti Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta Sunaji Zamroni atau Naji menyebut bahwa masa jabatan sembilan tahun membuka peluang besar penyelewengan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

 

“Karena kita tidak bisa menjamin cara pemilihan kades itu profesional dan mesti selalu memperoleh pemimpin desa yang  bersih, jujur, dan amanah,” kata Naji, kepada NU Online, Jumat (20/1/2023).

 

Ia kemudian membeberkan besaran anggaran yang diterima desa. Sedikitnya setiap desa mendapatkan anggaran dari pemerintah sejumlah 1-1,5 miliar rupiah. Jumlah tersebut jika terlalu lama dikelola oleh orang yang sama maka berpotensi menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.

 

“1-1,5 miliar itu paling minimal. Kalau di desa-desa di Jawa, seperti Jateng dan Jatim itu bisa sampai 3-3,5 miliar. Itu kan sumber daya yang besar bagi desa belum lagi ada tanah desa sebagai aset, yang menjadi salah satu tunjangan bagi yang menjabat,” ungkapnya.

 

“Jadi, orang yang memimpin satu teritori yang lama itu tidak baik,” sambung dia.

 

Belum lagi jika dibandingkan dengan masa jabatan kepemimpinan di atasnya, seperti kabupaten, provinsi, dan presiden, penambahan jabatan ini menurutnya justru akan menyeret kepada isu politik lain, misalnya isu tiga periode.

 

“Kalau kita bandingkan dengan kepemimpinan di atasnya ini sangat jomplang,” jelas dia.

 

Alasan kades minta 9 tahun
Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Lengkong, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat Agus Salam Rahmat mengungkapkan alasan kenapa para kades menuntut masa jabatan dari yang tadinya 6 tahun menjadi 9 tahun.

 

“Sebetulnya 6 tahun atau 9 tahun masa jabatan  bukan menjadi sebuah persoalan. Akan tetapi yang menjadi soal adalah setiap kali pemilihan kepala desa (Pilkades) maka disitu terjadi konflik,” katanya.

 

Menurutnya, jarak kontestasi pilkades yang lebih lama dapat mengurangi energi konflik sosial warga desa akibat dampak pembelahan pilihan.

 

“Yang kemarin enam tahun dikalikan tiga artinya dalam 18 tahun terjadi tiga kali konflik. Tapi kalau jabatan kades 9 tahun maka konflik hanya terjadi  2 kali dalam 18 tahun itu,” terangnya.

 

Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Aiz Luthfi