Nasional

Kades Diminta Tingkatkan Prestasi Ketimbang Usul Tambahan Masa Jabatan

Jum, 20 Januari 2023 | 15:00 WIB

Kades Diminta Tingkatkan Prestasi Ketimbang Usul Tambahan Masa Jabatan

Ilustrasi: Ratusan kepala desa (kades) yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Probolinggo turut serta dalam aksi damai di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (17/1/2023). (Foto: Instagram/@endlessprobolinggo)

Jakarta, NU Online
Peneliti Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta Sunaji Zamroni menyebut ketimbang minta perpanjangan jabatan, para kepala desa (kades) lebih baik berpikir membenahi kualitas dengan meningkatkan prestasi untuk membangun desa.

 

“Jika niat memimpin untuk meningkatkan prestasi sebetulnya tidak perlu mengusulkan jabatan sembilan tahun,” kata Naji, sapaan akrabnya, kepada NU Online, Jumat (20/1/2023).

 

Pasalnya, kata dia, alasan yang banyak digunakan para kades soal tuntutan perpanjangan jabatan adalah untuk mengurangi gesekan di masyarakat. Padahal, sambung dia, gesekan terjadi bukan karena singkatnya masa jabatan melainkan adanya politik uang.

 

“Kalau alasannya mempersempit kekacauan politik di desa, maka yang diubah adalah polanya. Karena sebetulnya, masalah semakin sering terjadi lantaran adanya vote buying (pembelian suara),” bebernya.

 

Selama ini, terang dia, akar dari persaingan politik dalam setiap pemilu adalah politik uang. Jika tujuannya untuk melerai soal persaingan atau gesekan politik maka yang perlu dilakukan adalah menghilangkan politik uang dalam setiap pemilihan.

 

“Caranya menjadi pemimpin yang berprestasi dengan menampilkan karya-karya nyatanya, tidak vote buying. Segampang itu,” terang pria yang konsen terhadap isu-isu desa di Alterasi Indonesia itu.

 

Selain bisa menjadi alternatif mempersempit konflik politik, lanjut dia, menghilangkan kebiasaan bermain politik uang juga bisa berdampak pada penurunan anggaran calon kandidat.

 

“Kita mau membangun satu desa atau kampung, artinya kalau dibanding-bandingkan sebetulnya ada pilkades yang anggarannya low cost sehingga mau pemilu enam tahun sekali atau lima tahun sekali bagi orang-orang yang bekerja dengan niat tulus melayani rakyat, sebenarnya tidak terlalu bermasalah,” ucap Naji.

 

Soal anggaran pilkades dari pemerintah yang mengeluarkan biaya besar, papar dia, seharusnya tidak perlu juga dipermasalahkan karena sama halnya dengan membangun infrasrtuktur sarana-prasarana fisik.

 

“Pilkades kan membangun infrastuktur demokrasi, cara berpikir bagi masyarakat desa. Kalau bagi negara harus membiayai besar ya tidak masalah. Sama dengan kita menjalankan pilkada atau pilpres,” paparnya.

 

Namun, tambah dia, jika pemerintah tetap bersikeras demokrasi pemilu berbiaya besar, maka tidak bijak juga menyetujui usulan perpanjangan jabatan dengan alasan minimalisasi anggaran pemilihan.

 

“Alasannya tidak masuk,” imbuh dia.

 

Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Aiz Luthfi