Nasional

Jakarta Diprediksi Tenggelam 2050, LPBINU Ingatkan Hal Ini pada Pemprov

Kam, 22 September 2022 | 17:00 WIB

Jakarta Diprediksi Tenggelam 2050, LPBINU Ingatkan Hal Ini pada Pemprov

Diprediksi Tenggelam 2050, LPBINU Ingatkan Ini pada Pemprov DKI

Jakarta, NU Online

Meningkatnya suhu global dan pencairan lapisan es di Antartika menyebabkan banyak kota pesisir menghadapi risiko banjir yang semakin besar karena kenaikan permukaan laut. Jakarta, salah satu kota metropolitan Indonesia dengan populasi mencapai 11 juta orang, tengah menghadapi tantangan tersebut.


Ancamanan naiknya permukaan air laut kian diperparah dengan terus menurunnya permukaan tanah Jakarta. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan penurunan muka tanah di Jakarta berkisar 0,1 hingga 8 sentimeter per tahun. Akibatnya, Jakarta diprediksi tenggelam pada tahun 2050.


Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBI PBNU) Bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Maskut Candranegara, menyebut bahwa prediksi tersebut adalah keniscayaan yang dapat terjadi jika tidak disikapi segera.


Sejauh ini, ia menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta belum mengeluarkan kebijakan yang sesuai untuk menghadapi fenomena yang mengancam wilayah tersebut.


“DKI masih kekurangan kebijakan atau program adaptasi perubahan iklim yang berdampak lebih luas, seperti menahan laju amblesan tanah,” katanya kepada NU Online, Kamis (22/9/2022).


Padahal, ujar dia, permasalahan terkait penurunan tanah (land subsidence) di Jakarta harus disikapi secara serius untuk menekan potensi Jakarta tenggelam dalam waktu singkat.


lebih lanjut, ia menyebut penurunan tanah terjadi akibat tekanan lingkungan dari pembangunan perkotaan. DKI dengan segala jenis aktivitas masyarakat dan pemukiman penduduk, sambungnya, telah mengalami permasalahan penurunan muka tanah selama 50 tahun terakhir.


Ia melanjutkan, sedikitnya terdapat tiga faktor penyebab penurunan tanah, di antaranya proses atau aktivitas vulkanik dan tektonik, siklus geologi, dan adanya rongga di bawah permukaan tanah.


“Kemudian, ada pengambilan bahan cair dari dalam tanah seperti air tanah atau minyak bumi. Selain itu, terdapat beban berat di permukaan, seperti struktur bangunan, sehingga lapisan tanah di bawahnya mengalami kompaksi atau konsolidasi,” jabarnya.


Sementara itu, pembangunan yang masif juga dilihatnya sangat berdampak terhadap fenomena penurunan tanah yang terjadi di Jakarta, khususnya di Jakarta Utara.


“Banyak tanah urugan khususnya di Pluit dan Kelapa Gading yang mengalami penurunan tanah karena pembangunan atau dalam Geologi istilahnya adalah settlement,” tutur Maskut.


Konstruksi pembangunan pada tanah endapan yang masih muda juga dinilai turut menjadi penyebab tanah mengalami penurunan.


“Kawasan Pluit, Jakarta Utara, merupakan wilayah dengan penurunan muka tanah paling parah. Karena lokasinya dekat dengan pesisir laut, juga banyak air tanah yang diambil di sana,” ungkap dia.


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin