Nasional

Jangan Bangga dengan Ibadahmu jika Tak Cinta Sesama

Ahad, 22 September 2019 | 14:00 WIB

Jangan Bangga dengan Ibadahmu jika Tak Cinta Sesama

Wakil Katib PCNU Pringsewu, Lampung, KH M Nur Aziz saat memberi taushiyah pada pengajian triwulan Muslimat NU Ranting Pringsewu Barat. Ahad (22/9). (Foto: NU Online/Faizin)

Pringsewu, NU Online
Suatu hari terjadi dialog antara Nabi Musa AS dengan Allah SWT tentang amalan apa yang disukai oleh Allah SWT. Nabi Musa AS yang bergelar Kalimullah karena menerima wahyu langsung dari Allah SWT tanpa melalui malaikat Jibril bertanya kepada Allah SWT, “Ya Allah, amalan ibadah apa yang paling Engkau senangi dariku. Apakah shalatku?”
 
Allah SWT menjawab, “Tidak. Shalatmu itu hanya untukmu sendiri. Karena shalat membuat engkau terpelihara dari perbuatan keji dan munkar.”
 
Nabi Musa AS pun bertanya kembali kepada Allah SWT, “Apakah dzikirku?” Allah SWT kembali menjawab, “Tidak. Dzikirmu itu untuk dirimu sendiri. Karena dzikir membuat hatimu menjadi tenang.”
 
“Apakah puasaku?” tanya Nabi Musa AS bertambah penasaran. Allah pun menjawab, "Tidak. Puasamu itu hanya untukmu saja. Karena puasa melatih diri dan mengekang hawa nafsumu.”
 
Lalu Nabi Musa pun bertanya, “Ibadah apa yang membuat Engkau senang ya Allah?” “Mencintai sesama dan bersedekah. Tatkala engkau membahagiakan orang yang sedang kesusahan dengan sedekah, sesungguhnya aku berada di sampingnya,” jawab Allah.
 
Kisah yang termaktub dalam kitab Mukasyafah al-Qulub karya Imam al-Ghazali mengingatkan kepada kita agar tidak bangga dengan ibadah-ibadah yang telah dilakukan. Semua ibadah yang dilakukan tidak akan menjamin seseorang dicintai Allah dan masuk surga-Nya. Cinta terhadap sesama menjadi kunci agar kita pun dicintai Allah.
 
Hal ini diterangkan Wakil Katib PCNU Pringsewu, Lampung, KH Muhammad Nur Aziz saat memberi taushiyah pada pengajian triwulan Muslimat NU Ranting Pringsewu Barat yang juga dalam rangka Peringatan Tahun Baru 1441 H dan Santunan Anak Yatim Piatu di Masjid Al-Hikmah, Pringsewu, Ahad (22/9).
 
Pengasuh Pesantren Madinatul Ilmi Pagelaran ini menegaskan bahwa seseorang yang ibadahnya tekun dan dari pakaiannya terlihat shaleh. Namun, tidak mencintai sesama dengan berbagi rezeki yang diterimanya, termasuk golongan orang-orang yang mendustakan agama. Lebih spesifik lagi berbagi dengan anak yatim piatu dan orang miskin.
 
“Hal ini sudah ditegaskan dalam surat Al Ma'un bahwa orang yang mendustakan agama adalah yang menghardik anak yatim dan tidak berbagi dengan orang miskin,” jelasnya.
 
Ia pun mengapresiasi kegiatan santunan dalam acara tersebut dan berharap Muslimat NU dapat terus mentradisikannya. Dengan berbagi menurutnya tidak akan mengurangi jumlah rezeki yang dimiliki. Sebaliknya justru akan menambahnya, karena hakikat memberi adalah menerima. Dengan bersedekah kekurangan dari hajat kita justru akan dicukupi oleh Allah.
 
“Ini secara logika tidak masuk. Namun hidup bukan hanya sebatas logika. Keyakinan dalam hati menjadi kekuatan sendiri. Sesuatu yang tidak masuk akal, jika Allah berkehendak pasti bisa terjadi. Allah lah Sang Pemberi Rezeki dan maha segala-galanya,” pungkas Kiai Nur Aziz.
 

Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori