Nasional

Jangan Terulang Lagi, Kenali Faktor Pemicu Tindak Kekerasan oleh Anak

Kam, 8 September 2022 | 21:45 WIB

Jangan Terulang Lagi, Kenali Faktor Pemicu Tindak Kekerasan oleh Anak

Ilustrasi kekerasan kepada anak.

Jakarta, NU Online
Publik tengah dihebohkan kabar dugaan penganiayaan berujung maut yang terjadi di Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Adalah Albar Mahdi (15), santri asal Palembang, Sumatra Selatan yang meninggal dunia akibat tindakan kekerasan oleh santri lain.


Merespons itu, Psikolog dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, Maryam Alatas mengatakan terdapat faktor pemicu seseorang melakukan tindak kekerasan terhadap sesama, utamanya yang dilakukan oleh kelompok usia anak.


“Secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan anak melakukan tindakan kekerasan,” ungkapnya kepada NU Online, Kamis (8/9/2022).


Faktor tersebut, sambung dia, meliputi internal dan eksternal. Ia menjelaskan, faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam diri seperti biologis atau bawaan serta faktor yang menyangkut pembentukan kepribadian anak yang dipengaruhi oleh perkembangan emosi anak sejak kecil.


Sementara itu, faktor eksternal meliputi lingkungan yang terbagi menjadi beberapa kategori seperti lingkungan keluarga, pendidikan, dan pertemanan.


“Misalnya anak yang ‘terpapar’ kekerasan, di lingkungannya ia terbiasa melihat atau mendapat perlakuan agresif baik fisik maupun verbal, maka anak mempersepsikan bahwa perilaku agresif adalah hal biasa,” jabar Kepala Unit Pelayanan dan Pengembangan Psikologi (UP3) Unusia tersebut.


Faktor lingkungan
Menurut Maryam, faktor lingkungan memiliki porsi besar dalam membentuk kepribadian seseorang. Hal itu akan menjadi sulit, jika lingkungan yang dihuni tidak mendukung pada proses perkembangan yang positif.


“Ini yang memang cukup sulit. Seperti di jalan raya, kita sudah berkendara sesuai aturan, tapi kadang ada saja yang melanggar aturan hingga menyebabkan terjadi kecelakaan. Mirisnya, si korban adalah pengendara yang tertib aturan,” ungkapnya.


Berkaca pada insiden maut itu, ia menilai sudah saatnya lembaga pendidikan mulai memanfaatkan layanan konsultasi psikologi bagi murid. Memanfaatkan layanan tersebut dianggapnya sebagai proses scanning terkait potensi penyimpangan psikologis.


“Kalau secara psikologis, sebenarnya bisa juga melakukan cek psikologi. Kira-kira anak seperti apa, melihat emosinya bagaimana,” jelas Maryam.


“Adakah potensi untuk melakukan tindak kekerasan atau tidak. Dengan itu, diharapkan dapat meminimalisasi tindak kekerasan atau bullying yang dilakukan oleh individu kepada individu yang lain,” tutupnya.


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Musthofa Asrori