Nasional KOMPETISI SAINS MADRASAH 2022

Jika di Jakarta Katedral Mepet Istiqlal, di Bali 5 Rumah Ibadah Berdampingan

Sab, 15 Oktober 2022 | 10:00 WIB

Jika di Jakarta Katedral Mepet Istiqlal, di Bali 5 Rumah Ibadah Berdampingan

Aurora Putri Rifaldi dan Mutia Syalsabila merasa adanya lima rumah ibadah yang berdiri berdampingan di Bali memberikan aura kehidupan yang harmonis yang perlu diterapkan di tempat lain. (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online

Melihat lima rumah ibadah yang berdiri berdampingan di kota tempat mereka tinggal, Aurora Putri Rifaldi dan Mutia Syalsabila merasa hal tersebut perlu diterapkan di tempat lain. Pasalnya, posisi rumah ibadah yang berdekatan memberikan aura kehidupan yang harmonis.


"Bisa dijadikan rujukan bagi umat beragama di seluruh Indonesia," kata Aurora kepada NU Online pada Selasa (11/10/2022).


Adapun lima tempat ibadah di kawasan tersebut, yaitu Masjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, Vihara Buddha Guna, Gereja Kristen Protestan Bali Bukit Doa, dan Pura Jagat Natha.


Konsep harmonisasi yang telah terwujud di kawasan Puja Mandala, menurutnya, perlu dikampanyekan di media sosial agar harmonisasi kehidupan dapat terwujud.


Aurora menjelaskan, bahwa setiap rumah ibadah di Puja Mandala memiliki kepengurusan tersendiri. Namun, ada pula wadah khusus yang dinamai Paguyuban Antar Umat Beragama (PAUB) Puja Mandala. Lembaga ini berperan untuk merawat hubungan harmonis sebagai langkah pencegahan konflik yang dilatarbelakangi oleh faktor perbedaan agama terjadi.


Pendirian rumah ibadah tersebut sebetulnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan karyawan PT Bali Tourism Development Corporation. Lima rumah ibadah itu dibangun dalam waktu tiga tahun, yaitu mulai dari tahun 1994 sampai 1997. Lalu, bangunan tersebut diresmikan oleh Menteri Agama di zamannya, Tarmidzi Taher.


Sementara itu, Mutia menjelaskan bahwa penelitian ini dilatarbelakangi karena maraknya konflik yang terjadi di tengah-tengah lingkungan masyarakat yang disebabkan oleh faktor keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan.


"Keberagaman bisa menjadi peluang sekaligus ancaman terhadap kerukunan antargolongan terlebih antaragama," ujarnya.


Berkenaan dengan pendirian rumah ibadah, lanjut Mutia, tidak jarang dihadapkan pada suatu problem sosial. Hal itu mengingat permasalahan rumah ibadah merupakan suatu yang sangat sensitif dan seringkali menjadi pemicu terjadinya konflik dalam menghadapi kemajemukan dan keberagaman masyarakat. 


Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukan adalah memupuk sikap tasamuh (toleran) dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.


"Harmonisasi bukanlah suatu aktivitas untuk mencampur baur dan menyatukan setiap keyakinan umat menjadi satu keyakinan yang sama melainkan hanya untuk menanamkan rasa toleransi antar pemeluk agama yang satu dan yang lainnya," katanya.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan