Nasional

Kebebasan Bicara Ustadz Sekarang Berkah Gus Dur dan Kaum Reformis

NU Online  ·  Sabtu, 19 Januari 2019 | 13:15 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Manan Ghani mengatakan bahwa kebebasan berbicara para ustadz sekarang ini merupakan berkah dari perjuangan kelompok yang menyuarakan reformasi. Gus Dur adalah salah seorang aktivis reformasi yang mempelopori kemerdekaan berpendapat yang dijamin UUD 1945.

“Sekarang para ustadz bebas berbicara. Di zaman Orde Baru para ustadz tidak bebas menyarakan pendapatnya seperti yang kita kenal seperti sekarang ini. Itu semua berkah antara lain Gus Dur,” kata Kiai Manan di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Sabtu (19/1) pagi.

Meski mendapat kebebasan berbicara seperti jaminan UUD 1945, Kiai Manan menyayangkan sikap sebagian ustadz sekarang ini yang melakukan penyalahgunaan atas kebebasan tersebut.

Para ustadz memanfaatkan kekebasan era reformasi ini untuk menghujat, memfitnah, dan menyebar berita bohong terkait pihak lain yang berseberangan dengan kepentingan dirinya atau kelompoknya.

“Bahkan sebagian ustadz sekarang ini sudah berbicara dengan provokatif dan mengandung sentimen SARA hanya karena berbeda pandangan dengan dirinya,” kata Kiai Manan.

Zaman Orde Baru semua ceramah agama termasuk juga khotbah Jumat berada di bawah kontrol negara. Para ustadz tidak dapat berbicara bebas yang berisi hujatan, hoaks, fitnah, atau konten provokatif yang ditujukan ke pihak mana pun, terlebih pihak pemerintah.

Menurutnya, kalau para ustadz menyampaikan khotbah dengan pesan “macam-macam”, mereka dapat diinterogasi oleh pihak koramil.

“Kita tidak menginginkan situasi itu terjadi kembali. Itu situasi yang tidak bagus di alam demokrasi Pancasila. Tetapi situasi kebebasan seperti sekarang ini juga bukan tanpa masalah. Kebebasan seperti ini berpotensi bagi mafsadat lain, perpecahan horizontal,” kata Kiai Manan.

Ia mengajak banyak kelompok termasuk para ustadz untuk menggunakan sebaik-baiknya hak kebebasan berbicara.

“Para ustadz perlu mematuhi norma-norma yang berlaku. Hal ini penting untuk menjaga iklim reformasi dari konten provokatif dan ujaran kebencian dengan sentimen-sentimen SARA,” kata Kiai Manan. (Alhafiz K)