Nasional Ngaji NgAllah Suluk Maleman

Kejernihan Melihat Persoalan

Sen, 23 September 2019 | 05:00 WIB

Kejernihan Melihat Persoalan

Anis Sholeh Ba’asyin dan Dr Abdul Jalil dalam Ngaji NgAllah Suluk Maleman “Fathul Mubin” di Rumah Adab Indonesia Mulia, Sabtu (21/09). (Foto: NU Online)

Pati, NU Online
Ngaji NgAllah Suluk Maleman kembali mengingatkan tentang betapa pentingnya melihat persoalan dengan kejernihan. Hal tersebut perlu dilakukan agar tidak sampai terjadi ketidakadilan dalam memberikan penilaian.
 
Anis Sholeh Baasyin secara tegas mengungkapkan tersebut dalam membuka Suluk Maleman edisi ke-93 yang bertemakan Fathul Mubin Sabtu (22/9). Dia mengatakan di tengah situasi carut marut seperti saat ini kerap terjadi persoalan yang dibincang justru hilang substansi.
 
"Banyak yang menyerang hanya karena bukan golongannya, begitu pula banyak yang membela habis-habisan hanya karena temannya. Padahal kritik kalau baik harus diterima sekalipun datang dari lawan," terang penggagas Suluk Maleman tersebut.

Dikatakannya banyak cara pandang yang menjadi salah hanya karena terlalu membesarkan emosi. Banyak hal yang coba dibuat kacau pola berpikirnya. Padahal jika itu terjadi bukan tidak mungkin justru menjadikan ketidakadilan dalam penempatan penilaian tertentu.
 
"Dulu Indonesia dikenal sebagai penghasil kopra atau turunan dari kelapa yang besar. Namun tiba-tiba muncul narasi kelapa dapat membuat kolestrol tinggi. Yang terjadi, produksi kelapa seketika itu hancur. Anehnya setelah produksi kelapa di Indonesia hancur muncul narasi baru jika kelapa justru mampu menghasilkan virgin coconut oil (VCO) yang memiliki banyak manfaat,” terangnya.

Hal tersebut diakuinya sebagai salah satu bentuk kekacauan berfikir di ranah industri. Belum lagi di konteks lain seperti halnya politik. Oleh karena itulah dirinya mengajak untuk berhati-hati dalam mengerti persoalan tertentu.
 
"Butuh kejernihan melihat persoalan. Mari berdaulat dengan diri sendiri. Tanyakan dirimu sendiri tentang apa yang kamu lakukan, apakah yakin atau tidak. Kurangi nyinyir untuk mencaci orang lain jangan sampai nanti kita kecelik," imbuhnya.
 
Terkait tema Fathul Mubin, Dr Abdul Jalil dari Kudus lebih merujuk pada makna tentang Al Fath. Menurutnya Al Fath memiliki lebih dari 18 pemaknaan. Meskipun yang sering dipakai ada tiga yakni pembuka, pembebasan, dan hukum.

"Kita semua tahu peradaban modern ini adalah dunia simbol. Sulit sekali menghilangkan simbol. Seperti gaya berpakaian saya ini sebenarnya juga simbol. Demokrasi menjadi simbol dunia saat ini. Padahal simbol itu wujud dari topeng ketidaksejatian," tegas Kiai Jalil.

Sayangnya, justru seringkali ketersinggungan justru muncul karena persoalan simbol tersebut. Banyak yang mencampur adukkan persoalan simbol tanpa melihat makna yang ada di baliknya. 
 
"Nah, justru di Al Fath itulah yang kemudian mengajarkan untuk menerobos dari simbol. Menyadari jika simbol milik manusia itu bukan yang sejati tapi mencari yang dibaliknya. Harus dibuka seperti makna pertama dari Al Fath tersebut," terangnya.

Setelah menelaah antara simbol dan makna dibaliknya, maka barulah makna hukum dari Al Fath menjadi relevan. Semua yang dibalik simbol itu harus dipahami dengan hukum yang berlaku dan sesuai. 
 
"Kalau melihat simbol dengan hukum simbol tapi jika melihat dibalik simbol ada hukumnya tersendiri. Jangan dicampur aduk. Ayo tegakkan hukum yang sesuai," terangnya.
 
Barulah setelah mampu membuka makna simbol dan menegakkan hukum baru bisa sampai ke pembebasan. Diantaranya tentu dengan pembebasan dari penjungkirbalikkan fakta yang ada. Kalau proses ini bisa dilalui maka barulah mencapai ke pembebasan yang nyata.
 
"Ada penekanan dan penguatan jika akan dibebaskan dengan pembebasan yang nyata," tegasnya.

Pemilahan tema yang begitu menarik itupun membuat ratusan warga yang datang tampak begitu antusias. Terlebih penampilan dari Sampak GusUran membuat suasana di rumah adab Indonesia Mulia itu kian hangat.
 
 
Red: Kendi Setiawan