Nasional

Kemenag Telah Terjemahkan Al-Qur’an dalam 26 Bahasa Daerah

Rab, 8 November 2023 | 14:00 WIB

Kemenag Telah Terjemahkan Al-Qur’an dalam 26 Bahasa Daerah

Beberapa Al-Qur'an yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa daerah oleh Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Balitbang Diklat Kementerian Agama RI. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online 
Kementerian Agama RI melalui Pusat Litbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Balitbang Diklat I telah melakukan penerjemahan Al-Qur’an ke dalam sejumlah bahasa daerah.


Kepala Puslitbang LKKMO Kemenag RI Prof Dr H Mohammad Ishom mengatakan bahwa sampai saat ini atau per November 2023, pihaknya telah berhasil melakukan penerjemahan Al-Qur’an ke dalam 26 bahasa daerah di Indonesia. 


“Kita sudah melakukan penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa daerah. Sudah ada 26 yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa daerah,” ungkap Ishom kepada NU Online di Jakarta, Senin (6/11/2023).


Ia menerangkan, ke-26 bahasa daerah itu merupakan bahasa daerah yang tersebar di pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali. Sementara beberapa pulau lainnya, Nusa Tenggara Timur dan Papua masih dalam tahap penjajakan.


“Untuk di pulau Sumatra itu hampir semua sudah, minus bahasa Lampung. Di pulau Jawa, sudah ada semuanya, minus bahasa Betawi. Kemudian untuk di Kalimantan, sudah semua bahasa Banjar dan bahasa Dayak. Dayak ini kan banyak variasinya, kita baru satu dari subsistem dari bahasa Dayak,” kata dia.


“Kemudian untuk di Sulawesi kita sudah ada bahasa Kaili untuk Sulawesi Tengah, juga bahasa Bugis dan bahasa Mandar. Nah, untuk di Maluku sudah ada bahasa Melayu Ambon. Di Bali sudah terbit, yang belum itu bahasa yang ada di NTT dan Papua,” sambungnya.


Ishom menjelaskan, penerjemahan Al-Qur'an dalam bahasa daerah merupakan upaya dalam pelestarian kebudayaan yang sejalan dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. 


“Di antara pemajuan kebudayaan dan sekaligus pelestarian kebudayaan salah satunya bahasa daerah di samping ada seni budaya, pengetahuan tradisional, olahraga tradisional, ilmu pengetahuan tradisional,” tuturnya. 


Ia menambahkan bahwa di samping melakukan pemajuan kebudayaan bahasa daerah di Indonesia, program ini sekaligus ingin membumikan Al-Qur’an ke dalam bumi nusantara. Ia menilai, Al-Qur’an harus diterjemahkan sesuai dengan bahasa setempat. Tujuannya agar masyarakat bisa memahami pesan-pesan Al-Qur’an dalam bahasa mereka. 


“Sampaikan kepada manusia sesuai dengan akal bahasa masyarakat setempat. Jadi, ini sudah cocok dengan pilar negara, yaitu Bhineka Tunggal Ika bahwa kita ini berbeda-beda, beda bahasa, beda agama, beda suku, ras dan golongan, maka kita harus bisa melestarikan Al-Qur’an yang membumi ke dalam bahasa-bahasa daerah,” urainya. 


Proses penerjemahan dan pendistribusian

Ishom menyebut, proses penerjemahan melibatkan banyak pihak. Selama ini, Puslitbang Lektur Kemenag RI telah bersinergi dengan akademisi, tokoh agama, tokoh adat, dan lembaga pelestarian bahasa daerah setempat.


“Jadi, kami di Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi ini melakukan penerjemahan ke dalam bahasa daerah bekerja sama dengan kampus-kampus UIN, IAIN, dan STAIN di berbagai daerah se-Indonesia kemudian dibantu juga oleh tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan lembaga pelestarian bahasa daerah di masing-masing daerah,” paparnya.


Sementara dalam pendistribusiannya, Puslitbang LKKMO Kemenag RI ini bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota setempat yang kemudian menjadi eksekutor dalam menyebarkan cetakan Al-Qur’an terjemahan bahasa daerah.


“Pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota memperbanyak cetakan Al-Qur’an dan disebarkan ke seluruh sekolah, madrasah, pesantren, masjid-masjid, dan majelis taklim yang ada di daerah masing-masing,” ucap dia.


Pemilihan bahasa daerah

Ishom menyampaikan, pemilihan bahasa daerah yang digunakan dalam penerjemahan Al-Qur’an bukan tanpa alasan. Setidaknya terdapat dua alasan utama pemilihan bahasa daerah yang digunakan. Pertama, bahasa daerah dengan jumlah penutur yang banyak. Kedua, bahasa daerah yang terancam punah. 


“Kita akan lebih mengedepankan penerjemahan Al-Qur’an dalam bahasa daerah yang jumlah penuturnya lebih banyak di suatu daerah atau kita terjemahkan ke dalam bahasa yang bahasa itu hampir punah,” terang dia.


“Contohnya di Aceh, itu ada terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Gayo, itu juga dalam hal pelestarian bahasa Gayo dan sekaligus untuk supaya dipahami masyarakat Gayo Aceh isi Al-Qur’an yang diterjemahkan dalam bahasa mereka,” tambahnya. 


Senada, Ketua Tim Kegiatan Penerjemahan Al-Qur’an Bahasa Daerah Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI Nur Rahmah Husein menambahkan, sebagian besar bahasa daerah Al-Qur’an untuk menerjemahkan adalah yang paling banyak penuturnya dan memiliki potensi kepunahan. 


“Oleh karena itu, kita dokumentasikan dalam bentuk penerjemahan ini,” tuturnya.


Tambahan bahasa daerah pada 2024

Ishom membeberkan, Puslitbang LKKMO Kemenag berencana akan melakukan penerjemahan Al-Qur’an dalam empat bahasa daerah meliputi Ternate, Dayak Palangkaraya, Papua, dan NTT pada 2024 mendatang.


“Insyaallah kita menargetkan tahun depan ada empat bahasa daerah. Di antaranya bahasa Ternate, bahasa Dayak yang ada di Palangkaraya, kemudian bahasa yang ada di Papua, dan bahasa yang ada di NTT. Ini kita sudah melakukan penjajakan dan bekerja sama dengan kampus-kampus di sekitar situ untuk menerjemahkan Al-Qur’an dalam empat bahasa tadi,” paparnya.