Nasional

Kemnaker Tetapkan 2 Kawasan Industri Bebas Pekerja Anak di Banten

Sel, 27 Februari 2018 | 10:15 WIB

Serang, NU Online
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menetapkan kawasan Industrial Modern Cikande Industrial Estate dan Krakatau Industrial Estate Cilegon sebagai kawasan Zona Bebas Pekerja Anak (ZBPA) yang berada di wilayah Provinsi Banten.

Dirjen Pembinaan, Pengawasan Ketenagakerjaan, dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK dan K3) Kemnaker Sugeng Priyanto  mengatakan  kawasan-kawasan industri di seluruh Indonesia menjadi target prioritas program bebas pekerja anak.  Pemberlakuan zona bebas pekerja anak di kawasan industri ini merupakan salah satu langkah menghapus budaya mempekerjakan anak di Indonesia.

Bahkan untuk mempercepat penarikan pekerja anak di kawasan industri, Dirjen Sugeng mengajak perusahaan-perusahaan agar dapat menggunakan kegiatan pengembangan masyarakat (community development) atau program tanggung jawab Sosial Perusahaan(Corporate Social Responsibility / CSR) untuk  membantu penarikan pekerja anak di kawasan industri.

“Anak adalah masa depan bangsa yang diharapkan menjadi penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki jiwa nasionalisme dan akhlak mulia. Keberhasilan pembangunan anak akan menentukan kualitas sumber daya manusia di masa mendatang,” kata Dirjen PPK dan K3 Sugeng Priyanto mewakili Menteri Ketenagakerjaan RI  M Hanif Dhakiri dalam Pencanangan Indonesia Bebas Pekerja Anak di Modern Cikande Industrial Estate (MCIE) Serang, Banten Selasa (27/2).

Menurut Dirjen Sugeng  pencanangan ZBPA menjadi sebuah upaya nyata pemerintah untuk meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa, melalui pendekatan pencegahan dan penghapusan pekerja anak di kawasan industri.

“Soal pekerja anak bukanlah masalah yang sederhana karena melibatkan banyak pihak. Pekerja anak menjadi isu yang kompleks karena berkaitan dengan masalah  pendidikan,  ekonomi, hukum, sosial dan budaya,” jelas Dirjen Sugeng.

Oleh karena itu, Dirjen Sugeng  meminta  pelarangan pekerja anak di kawasan-kawasan industri dapat menjadi momentum penghapusan pekerja anak di seluruh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Keterlibatan asosiasi pengusaha, serikat pekerja/buruh, LSM, dan pemerintah daerah juga diperlukan dalam program penarikan pekerja anak ini.

“Pemerintah terus berupaya mengembangkan jejaring/kemitraan dengan semua pihak agar masalah pekerja anak dapat ditangani secara komprehensif, tuntas dan berkesinambungan,” Dirjen Sugeng.

Dirjen Sugeng menjelaskan Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya menanggulangi masalah pekerja anak. Diantaranya program nasional Pengurangan Pekerja Anak Dalam Rangka Mendukung Program Keluarga Harapan (PPA-PKH) yang mengkhususkan pada  pengurangan  pekerja anak, terutama yang bekerja pada Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk  Anak (BPTA) dan pekerja anak yang putus sekolah dari Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). 

Sepanjang tahun 2008-2017, program ini telah mengembalikan 98.956 (pekerja anak. untuk tahun 2018 pemerintah menargetkan menarik 17.500 (tujuh belas ribu lima ratus) pekerja anak yang akan dikembalikan ke dunia pendidikan.

Selain itu, untuk melindungi pekerja anak pemerintah juga telah meratifikasi Konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja dan Konvensi ILO No. 182 Tentang Larangan dan tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak. Pemerintah Indonesia juga telah memasukkan pengaturan terkait pekerja anak ke dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
            
 CSR
Untuk mempercepat penarikan pekerja anak di kawasan industri, Dirjen Sugeng berharap perusahaan-perusahaan dapat menggunakan  kegiatan pengembangan masyarakat (community development) atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk  membantu penarikan pekerja anak di kawasan industri.

Semakin banyak perusahaan-perusahaan yang menyalurkan csr-nya untuk membantu dalam penarikan pekerja anak, maka visi Indonesia bebas pekerja anak tahun 2022 bisa terwujud. (Red: Kendi Setiawan) Â