Nasional BULAN GUS DUR

Kesaksian Kiai Said: Zaman Orde Baru, Gus Dur Selamatkan Banyak Orang yang Terancam

Sen, 21 Desember 2020 | 06:15 WIB

Kesaksian Kiai Said: Zaman Orde Baru, Gus Dur Selamatkan Banyak Orang yang Terancam

Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Ketika KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) wafat, sangat banyak orang yang bertakziah mengiringi kematiannya. Hal tersebut terdapat beberapa asumsi. Ada yang beranggapan karena Gus Dur adalah pemimpin sehingga memiliki banyak pengikut. 


Namun ada juga yang mengatakan bahwa Gus Dur pernah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia pada periode 1999-2001. Asumsi lain mengatakan karena Gus Dur adalah seorang kiai dan pernah menjabat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmat 1984-2000. 


“Kalau saya jawab waktu itu antara lain yang paling penting adalah (kareba Gus Dur) sering menyelamatkan nyawa orang,” ungkap Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam Annual Gus Dur in Memorial Lecture yang digelar PCINU Australia-New Zealand yang ditayangkan di 164 Channel, pada Sabtu (19/12) lalu.


Kiai Said mengungkapkan, ketika zaman orde baru banyak orang yang terancam akan dibunuh oleh pemimpin totaliter Soeharto. Saat itu, orang-orang yang hendak nyawanya terancam itu diselamatkan, disembunyikan, dan dilarikan oleh Gus Dur ke tempat yang aman.


“Orang-orang itu sampai selamat dari ancaman pembunuhan (karena diselamatkan Gus Dur). Satu saja orang ditolong nyawanya, Allah sudah mengampuni segala dosa Gus Dur. Apalagi sekian orang (yang ditolong Gus Dur), tidak hanya satu. Saya tahu itu,” terang Kiai Said. 


Oleh karena itu, Kiai Said meminta warga Nahdliyin untuk mencontoh pribadi Gus Dur sebagai manusia muslim yang sempurna. Namun terlepas dari itu, lanjut Kiai Said, Gus Dur pasti memiliki kekurangan dan kekhilafahan.


“Gus Dur pasti punya kesalahan-kesalahan. Itu saya yakin Allah mengampuni segala dosanya,” ucap Pengasuh Pesantren Luhur Al-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta Selatan ini.


Di kesempatan yang sama, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid mengungkapkan bahwa ketauhidan Gus Dur itu adalah sebuah landasan untuk menjunjung martabat kemanusiaan. Cara yang dipakai Gus Dur adalah prinsip keadilan. 


“Itulah yang kami lihat dari sepak terjang Gus Dur selama ini,” ungkap putri sulung Gus Dur ini.


Untuk menindaklanjuti itu, pada 2011 Alissa mengundang sahabat dan murid-murid Gus Dur untuk berkumpul seraya membedah sepak terjang Gus Dur dari berbagai aspek. Di antaranya soal demokrasi, Hak Asasi Manusia, pesantren sebagai subkultur, NU, agama, dan negara. 


“Lalu soal gerakan kebudayaan dan pengembangan pemberdayaan masyarakat. Itu semuanya dieksplorasi kemudian disintesa nilai-nilai apa yang membuat Gus Dur itu sepak terjangnya seperti itu,” jelas Alissa.


Dari proses yang berlangsung selama satu tahun itu, Alissa mengaku menemukan bahwa sepak terjang Gus Dur berangkat dari pemaknaannya terhadap tugas sebagai hamba Allah dan khalifah fil ardl. 


“Kemudian tugas memanusiakan manusia ini harus ada nilai instrumental atau prinsip instrumental pendampingnya yaitu keadilan. Nah keadilan inilah yang dibawa ke mana-mana oleh Gus Dur dalam setiap sepak terjangnya,” tutur Alissa.


Gus Dur Membela Inul


Dari semua yang telah dijelaskan Alissa itu, maka tak heran jika Gus Dur bisa membela Pedangdut Inul Daratista. Padahal, lanjutnya, yang dibela hanya seorang perempuan. Bahkan Gus Dur pun berani melawan tokoh yang sangat berpengaruh di dalam dunia musik yakni H Rhoma Irama. 


“Pada saat yang sama Gus Dur juga bisa membela hak-hak orang-orang rimba. Sehingga Gus Dur pada masa kepresidenannya mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) tentang hutan negara yang tidak boleh diperjualbelikan karena di dalamnya hidup manusia-manusia Indonesia,” terang Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian ini.


Karena berbagai kearifan lokal yang ada, orang-orang rimba itu tidak boleh dikeluarkan dari hutan tersebut lantaran dibuatkan Inpres oleh Presiden Gus Dur. Dengan kata lain, jangan sampai hutan itu dijual, dijadikan industri, dan tambang.


“Sebab jika hutan dijual akhirnya akan membunuh saudara-saudara kita. Memang kearifan lokal dan tradisi mereka itu ya tinggal di hutan dengan cara mereka menjaga hutannya sendiri,” ucap Alissa.


Prinsip keadilan yang dijunjung tinggi oleh Gus Dur itulah, perdamaian bangsa tidak hanya sekadar menjadi sesuatu yang utopis. Namun, dibangun dengan cara mengurai satu persatu sistem dan insfrastruktur melalui kebijakan negara. 


“Terutama dalam hal ini dengan mengacu terus kepada konstitusi. Karena Gus Dur melihat konstitusi itu sebagai muaqad wathaniyah atau kesepakatan berbangsa. Itu tidak bisa ditawar-tawar lagi,” pungkas Alissa. 


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad