Nasional

Ketika Banser Kawal 32 Biksu yang Jalan Kaki dari Thailand Menuju Candi Borobudur

Sel, 16 Mei 2023 | 09:00 WIB

Ketika Banser Kawal 32 Biksu yang Jalan Kaki dari Thailand Menuju Candi Borobudur

Beberapa personel Banser ikut mengawal para Banthe (nama penggilan bagi seorang biksu) yang sedang berjalan kaki menuju Candi Borobudur. Para Banthe memulai jalan kakinya dari Thailand. (Foto: skrinsut video twitter @youngbuddhistassociation)

Jakarta, NU Online

Dalam beberapa hari terakhir, media sosial diramaikan dengan sejumlah video yang menampilkan puluhan biksu berjalan kaki menuju Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah untuk merayakan Hari Waisak pada 4 Juni 2023.


Tampak sejumlah anggota Banser bersama personel keamanan turut mengawal para biksu atau bhante saat melintasi jalur Pantura di Indramayu, Jawa Barat, Senin (15/5/2023).


Momen menarik ini kemudian diunggah akun resmi @youngbuddhistassociation. Dalam unggahan tersebut juga dibumbui ucapan terima kasih kepada Banser yang turut mengawal para Banthe.Ā 


"Antusias warga Indramayu menyambut Bhikku yang menjalankan Thudong bahkan warga berdana minuman kepada Bhikku. Terima kasih juga kepada Gerakan Pemuda Ansor sudah menjaga Bhante," tulis akun tersebut.


"Semoga hal mulia dan kebaikan kembali ke kita semua sebagai satu saudara dalam kemanusiaan. Sādhu Sādhu Sādhu," tulisnya.


Ā 

Jalan kaki dari Bangkok ke Candi Borobudur

Melansir dari laman resmi Ditjen Bimas Buddha Kementerian Agama (Kemenag RI), para biksu tersebut memulai perjalanannya dari Kamis (23/3/2023) dari Nakhon Si Thammarat, Thailand, melewati Malaysia dan Singapura untuk tiba di Candi Borobudur pada Ahad (4/6/2023) mendatang.


Kelompok tersebut terdiri atas 32 biksu dari berbagai negara yang melaksanakan ritual Thudong. Thudong adalah perjalanan spiritual dilakukan oleh para bhante atau biksu dengan berjalan kaki sepanjang ribuan kilometer. Perjalanan religi ini dilakukan untuk mengikuti jejak Sang Buddha pada zaman kehidupannya ketika belum ada wihara, tempat tinggal, dan transportasi.


Thudong dilaksanakan dengan cara berjalan kaki hingga masuk ke hutan sambil perenungan. Sebelum melakukan perjalanan, para biksu harus berdiam diri di suatu tempat dan berpuasa selama empat bulan selama musim hujan. Bila sudah memasuki musim kemarau atau musim semi, Thudong baru dilaksanakan.


"Jadi dalam setahun mereka akan berjalan seperti ini selama empat bulan untuk melaksanakan tradisi ini. Kebetulan karena di Indonesia ada Candi Borobudur, bertepatan Hari Raya Waisak dan mereka jalan dari Thailand," terang Bhante Dhammavuddho, dikutip dari laman resmi Ditjen Bimas Buddha Kemenag.


Berikut catatan perjalanan biksu yang berjalan kaki dari Thailand ke Indonesia.

 
  1. Para biksu itu berjalan kaki dari sebuah vihara di Provinsi Nakhon Sri Thammarat, Thailand, pada 25 Maret 2023.
  2. Setelah itu, para biksu tersebut berjalan kaki dari Thailand hingga ke perbatasan Malaysia-Singapura, kemudian menyeberang dengan kapal laut.
  3. Lalu, mereka kembali berjalan kaki menuju perbatasan Singapura-Indonesia, lalu dilanjut berjalan kaki di Batam.
  4. Setelah di Batam, para biksu diterbangkan dengan pesawat menuju bandara Soekarno-Hatta.
  5. Para biksu kembali berjalan kaki mulai dari Bandara Soekarno-Hatta pada tanggal 9 Mei 2023, dan kini para biksu sudah tiba di Karawang.
  6. Dalam setiap persinggahan para biksu sendiri beristirahat di sebuah vihara pilihan yang dianggap sakral dan istimewa bagi kaum Budhisme.
  7. Total perjalanan sampai saat ini sudah 51 hari. Mereka sudah tiba di Vihara Budha Loka Sian Jin Kupoh untuk beristirahat dan melakukan ritual keagamaan.
  8. Setelah itu, mereka akan lanjutkan perjalanan ke Cikampek, singgah sebentar di suatu vihara, kemudian ke Subang.
  9. Rencana berikutnya mereka akan singgah dan menginap di sebuah pondok pesantren di Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
  10. Setelah dari Indramayu, para biksu kembali berjalan kaki menuju Cirebon, lalu ke Tegal, kemudian ke Pekalongan, Jawa Tengah.
  11. Begitu sampai di Jawa Tengah, mereka direncanakan singgah dan menginap di salah satu tokoh muslim ternama, yakni Habib Lutfhi bin Yahya.


Kontributor: Suci Amaliyah

Editor: Fathoni Ahmad