Nasional

Ketika Gus Dur Gantikan Fachry Ali yang ‘Gagal’ Jadi Khatib Shalat Jumat

Sen, 2 Januari 2023 | 20:00 WIB

Ketika Gus Dur Gantikan Fachry Ali yang ‘Gagal’ Jadi Khatib Shalat Jumat

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (Foto: dok. Pojok Gus Dur)

Jakarta, NU Online

Pengamat sosial politik Fachry Ali punya sejumlah pengalaman dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang sampai hari ini belum bisa dilupakan. Salah satunya adalah ketika Gus Dur menggantikan posisinya yang 'gagal' menjadi khatib shalat Jumat di Masjid Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).


“Saya aktif di LP3ES itu sejak jadi mahasiswa dan KH Abdurrahman Wahid itu sudah berada di LP3ES sebagai konsultan program pengembangan pesantren," ungkapnya dalam tayangan video di kanal youtube Kolom Fachry Ali bertajuk Ketika KH Abdurrahman Wahid Gantikan Fachry Ali sebagai khatib Jumat, diakses NU Online pada Senin (2/1/2023).


Diceritakan Fachry, LP3ES mulai menyelenggarakan shalat Jumat di masjid setempat atas inisiasi Endang Basri Ananda atau biasa dipanggil EBA. Sejak saat itu, para staff di LP3ES mendapat tugas menjadi khatib secara bergantian.


“Kadang ada mas Dawam Raharjo sebagai khatib, tetapi yang lebih sering di samping mas EBA sendiri itu adalah mas Aswab Mahasin, ada juga Ismed Natsir, dan seterusnya,” imbuhnya.


Suatu hari, kata dia, EBA menugaskan Fachry Ali untuk menjadi khatib Jumat. Fachry pun langsung menerima tugas tersebut karena dalam pikirannya menjadi khatib di LP3ES itu mudah, hanya tinggal membaca naskah yang sudah disiapkan.


“Andalan saya adalah doa-doa khutbah itu disimpan di mimbar secara permanen, mulai doa iftitah sampai doa khutbah kedua, semuanya ada di atas mimbar,” kata pria kelahiran 23 November 1954 itu.


Saat naik mimbar, sambung dia, ternyata naskah khutbah yang diandalkan itu tidak terpampang dalam mimbar. “Ketika saya muncul saya sudah mulai kecut, saya lihat kosong di mimbar itu,” ucapnya.


Ia melanjutkan, khutbah pertama berjalan lancar walaupun disampaikan dengan nada yang terbata-bata. Saat duduk di antara dua khutbah, dahi Fachry Ali mulai berkerut karena tidak menguasai doa khutbah kedua .


“Problemnya adalah ketika khutbah kedua, saya langsung duduk setelah khutbah pertama kemudian karena teksnya hilang atau mungkin ada yang ngerjain saya, maka saya berpikir cukup lama mungkin 7 atau 8 menit,” ujarnya.


Dijelaskannya, alasan duduk lama sebelum memulai khutbah kedua tiada lain adalah sedang berusaha mengumpulkan ingatan tentang rangkaian doa-doa khutbah kedua, namun upayanya tersebut tidak membuahkan hasil.


“Apalagi saya semakin gugup karena tiba-tiba Sasmito, staff peneliti berkata; lama amat!” kenangnya.


Fachry akhirnya menyerah, ia kemudian berdiri  dan jamaah pun mengira berdirinya Fachry akan melanjutkan khutbah, namun yang disampaikan ternyata tidak demikian. Ia malah mengumumkan bahwa tidak bisa melanjutkan tugasnya sebagai khatib.


Saat itu, sambung dia, Gus Dur menjadi salah satu jamaah kemudian berdiri menggantikan posisi Fachry yang ‘gagal’ menjadi khatib Jumat.


“KH Abdurrahman Wahid ini buat saya luar biasa karena telah menggantikan posisi saya yang gagal sebagai khatib, dan tentu saja KH Abdurrahman Wahid tampil sangat prima. Dia tidak melanjutkan, memulai khutbah dari awal sampai selesai, itulah KH Abdurrahman Wahid kita,” pungkasnya.


Pewarta: Aiz Luthfi

Editor: Fathoni Ahmad