Nasional

KH Achmad Chalwani Ungkap Tiga Komponen Keberhasilan Doa

Sel, 31 Mei 2022 | 17:00 WIB

KH Achmad Chalwani Ungkap Tiga Komponen Keberhasilan Doa

KH Achmad Chlawani. (Foto: dok. Pesantren An-Nawawi Berjan)

Purworejo, NU Online

Wakil Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH Achmad Chalwani mengungkapkan bahwa komponen keberhasilan doa tergantung tiga hal. Pertama, orang yang berdoa. Kedua, tempat berdoa. Ketiga, waktu berdoa.


“Kalau orang hatinya bersih, berdoa langsung diterima oleh Allah swt,” ungkap Kiai Chalwani dalam Halal Bihalal Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FKPAI) Kabupaten Purworejo di Auditorium Sekolah Tinggi Agama Islam An-Nawawi (STAIAN), Senin (30/5/2022).


Kalau orang berdoa hatinya masih kotor, sambung Kiai Chalwani, perlu dibersihkan dulu hatinya, jangan keburu meminta yang macam-macam. ”Padahal sudah ingin minta yang macam-macam, coba. (Misalnya) ingin honornya naik,” selorohnya, diikuti tawa ratusan penyuluh agama.


Mursyid Tarekat Qadiriyyah/Naqasyabandiyyah itu menjelaskan, tempat ikut menentukan keberhasilan doa. “Tempat-tempat yang mustajab, hanya ada di Makkah dan Madinah: Hijir Ismail, Maqam Ibrahim, Zam-zam, Shofa, Marwah, Raudlah (Madinah), Baabu Jibril (Madinah), dll,” jelasnya.


Di luar kota suci umat Islam itu, sambungnya, tidak ada tempat yang mustajab, akan tetapi, ada saa’ah-saa’ah mustajabah (waktu-waktu yang mustajab).


“Pertama, Nabi mengatakan, maa qubailal maghrib; menjelang magrib itu untuk berdoa mustajab,” kata putra KH Nawawi itu.


Lalu ia mengungkapkan amalan di dalam Kitab Tanwirul Ma’ali, manaqib (biografi) pendiri Thariqah Syadziliyyah karya Simbah KH Dalhar bin Abdurrahman, Watucongol, Muntilan, Magelang. Dalam kitab itu, lanjutnya, Mbah Dalhar mengatakan: “Barangsiapa menjelang maghrib mau merutinkan baca Surat Al-Falaq tujuh kali, tiap-tiap hari, enggak pernah sepi dari rezeki.”


“Tolong teman-teman penyuluh, ini menjelang magrib baca Surat Al-Falaq. Insyaallah tidak sepi dari rezeki. Surat Al-Falaq. Bukan menjelang shalat maghrib, (tetapi) menjelang waktu maghrib,” pintanya. 


“Kedua, waktu yang mustajab, kata Nabi, maa baynal adzan wal iqaamah. (Waktu) di antara adzan dan iqamah, ini mustajab untuk berdoa,” imbuhnya.


Kiai Chalwani pun menjelaskan tradisi Islam di Nusantara: setelah selesai adzan, orang berdoa bareng-bareng sambil menunggu pak kiai datang mengimami. “Biar tidak bosan memakai lagu, namanya pujian.  Tidak ada masalah, no problem. Pujian memakai lagu boleh, Al-Qur’an saja memakai lagu boleh, kok,” tegasnya.


Sebagai argumentasi, ia pun mengutip hadits Nabi Muhammad riwayat Imam Bukhari: laysa minnaa man lam yataghanna bil Qur’aan (Bukan termasuk golonganku orang yang tidak mau melagukan Al Qur’an).


“Ini hadits targhib, bukan tahkim. Maksudnya golonganku: ‘aku enggak sependapat kalau orang baca Qur’an enggak memakai lagu.’ Bukan berarti kalau enggak pakai lagu bukan umat Islam, enggak begitu. Ini hadits targhib,” imbuhnya, memberi penjelasan.


“Maka penyuluh harus tahu: mana hadits tahkim, mana hadits targhib,” pintanya.


Dalam kesempatan lain, Pendiri STAI An-Nawawi itu juga pernah membeberkan tiga waktu mustajab lain. NU Online kutipkan di sini untuk melengkapi.


Ketiga, maa ba’da shalaatil maktubah, yaitu waktu setelah menegakkan shalat fardlu. “Maka setelah shalat berjamaah, jangan pergi dulu, berdoa setelah shalat. Namanya wiridan. Biar rutin, memakai guru, namanya tarekat (thariqah),” kata sang mursyid.


Keempat, maa fi jaufillaili, yaitu malam hari setelah jam dua belas. Waktu itu, katanya, untuk berdoa mustajab.


Kelima, waqtazdihaami zaairiina fi maqaabiril auliya’ awil ‘ulamaai, waktu ramai-ramainya orang berziarah di makam para wali atau para ulama. “Itu untuk berdoa manjur. Makanya, kiai-kiai sering mengadakan rombongan ziarah Wali Songo,” pungkasnya.


Kontributor: Ahmad Naufa

Editor: Fathoni Ahmad