Nasional

Kiai Harus Berdakwah di Media Sosial

Jum, 4 Oktober 2019 | 16:45 WIB

Kiai Harus Berdakwah di Media Sosial

Mamat S Burhanuddin, Kepala Subdirektorat Akademik, Direktorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam saat Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019 di Hotel Mercure Batavia, Jakarta, Kamis (3/10) (Foto: NU Online/Syakir NF)

Jakarta, NU Online
Era digital saat ini memaksa berbagai hal bertransformasi dalam bentuk digital seiring terus berkembangnya teknologi. Tak terkecuali informasi yang semakin berkembang melalui sarana media sosial. Hal itu menimbulkan arus gelombang informasi yang sedemikian besarnya. Wacana keagamaan pun berkembang di sana.
 
Melihat fenomena yang demikian, kiai harus tampil di tengah-tengah arus besar tersebut untuk menunjukkan wacana Islam yang paling representatif di tengah serbuan arus wacana agama yang cenderung radikal dan intoleran.
 
"Para kiai dan para ulama itu harus ikut terlibat di dalam kontestasi di media. Jangan sampai media itu ditinggalkan oleh para kiai," kata Mamat S Burhanuddin, Kepala Subdirektorat Akademik, Direktorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, Kementerian Agama, saat Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019 di Hotel Mercure Batavia, Jakarta, Kamis (3/10) malam.
 
Mereka, katanya, harus ikut terlibat di wadah tukar kabar tersebut guna berkontestasi dan berkompetisi dalam menyampaikan pemahaman keagamaan yang representatif. Pasalnya, lanjut Mamat, Islam yang representatif menjadi sebuah pertentangan di dunia maya itu.
 
"Islam yang seperti apa sih yang representatif di dunia ini adalah sebuah pertentangan," katanya.
 
Persoalan wacana keagamaan di dunia maya itu menjadi salah satu tema yang dibahas dalam forum AICIS dengan perspektif politik, budaya, dan sebagainya.
Permasalahan keagamaan di sana, menurutnya, jangan dianggap sebagai sebuah perkembangan yang negatif. Baginya, wacana keagamaan yang terus berkembang di dunia maya adalah sebuah hal yang positif dan patut diapresiasi. 
 
"Itu adalah perkembangan yang positif seiring dengan perkembangan zaman sehingga ketika ada produk misalnya ulama yang dihasilkan dari pergulatan di media itu maka itu adalah produk sebuah zaman. Jangan itu dianggap sebagai sesuatu hal yang negatif tetapi itu sesuatu produk yang harus diapresiasi," ujar alumnus Pondok Buntet Pesantren Cirebon itu.
 
Jadi, lanjutnya, jika ada ulama yang lahir dari produk media adalah sebuah produk zaman yang harus diapresiasi dan belum tentu negatif. Meski para ulama tradisional menganggapnya sebagai sebuah ulama yang tidak terkualifikasi.
 
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan