Nasional

Kiai Luqman Hakim Terangkan Esensi Hijrah adalah Niat

Ahad, 19 September 2021 | 22:00 WIB

Kiai Luqman Hakim Terangkan Esensi Hijrah adalah Niat

KH Luqman Hakim menjelaskan bahwa esensi hijrah adalah niat. (Foto: Sufinews Official)

Jakarta, NU Online

Pakar sufi KH Luqman Hakim mengatakan hijrah itu adalah sebuah perjuangan dan niat. Hal ini seperti yang disebutkan oleh Rasulullah saw, setelah Fathu Makkah, umat Islam tidak ada lagi hijrah (dalam arti fisik), tapi yang ada adalah berjuang dan niat.

 

"Maksudnya apa? Berubahnya dalam proses seseorang untuk melakukan aktivitas ini tidak akan pernah berhenti, tetapi ini adalah sangat bergantung pada nuansa spiritual rohaniah bukan lahiriah. Maksudnya bukan lahiriah itu bukan sebagai sebuah performance (penampilan) atau semacam identity tadi," kata Kiai Lukman saat mengisi kajian dalam Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa baru-baru ini.

​​​​​​​Kiai Luqman Hakim meneruskan, Rasulullah menegaskan dalam satu hadits Ibnu Athaillah, siapa yang hijrahnya kepada Allah dan kepada Rasul, ini maksudnya nawaitu. "Seluruh amaliah dan aktivitas apa pun sangat bergantung kepada niat, dan niat itu tempatnya di hati, bukan di pikiran, di lisan, dan niat itulah yang dilihat oleh Allah. Apakah nawaitu kita ini transformatif menuju kepada Allah dan mengikuti jejak Rasulullah atau yang lain?" kata Kiai Luqman.

 

Maka dijelaskan dalam hadits, siapa yang nawaitu hijrahnya adalah untuk kepentingan duniawi akan mendapatkannya juga. "Atau untuk memenuhi kepentingan-kepentingan yang berhubungan dengan dunia perempuan. Wah, nawaitu-ku untuk menikah, nawaitu-ku untuk mendapatkan perempuan. Hijrahnya tergantung kepada ke mana dia (menginginkannya)," ujar Pengasuh Pesantren Raudlatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat ini.

 

Kiai Luqman menerangkan, itulah ilustrasi yang sebenarnya betapa kalimat hijrah jika ditelisik di dalam niat masing-masing orang menjadi dua kepentingan, yang satu kepentingan dalam hubungan dengan Allah dan Rasulullah; dan satu kepentingan hubungannya adalah dunia. Hal itu menggambarkan tentang nafsu yang memenuhi selera kesenangan yang pada niat menikah misalnya, berakhir dengan menikah.

 

Kiai yang dikenal sebagai penggagas Majalah Sufi ini mengajak umat Islam harus memahaminya dengan cerdas. "Kita pahami dengan cerdas itu apa, jangan sampai seluruh aktivitas duniawi kita, aktivitas hubungan kita dengan dunia wanita yang itu adalah menikah, sama sekali tidak diniati untuk hijrah kepada Allah dan Rasul. Agar apa? Agar semuanya itu dalam satu ruang lingkup yang dinilai oleh Allah," jelasnya.

 

Pihaknya menerangkan, persoalan hijrah seperti itu akan sangat melebar dan pengertiannya menjadi begitu luas. Karena umat Islam dalam berhijrah menuju Allah dan mengikuti jejak Rasul, artinya setiap saat bahkan setiap detik seorang Muslim akan melangkah. Melangkah inilah yang justru hijrah.

 

"Melangkahnya hati dari pandangan-pandangan yang serba duniawi, serba syahwati, serba hewani. Ayo kita transformatif hijrah menjadi manusia. Ketika kenal siapa diri kita, dari manusia (maka) aku harus menjadi hamba Allah. Dari hamba Allah menjadi khalifatullah; dari khalifatullah kembali menjadi abdullah yang khalifatullah," terang Kiai Luqman Hakim.

 

Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori