Jakarta, NU Online
Warga Nahdlatul Ulama merupakan basis massa terbesar dalam sebuah organisasi Islam di Indonesia, bahkan dunia. Setiap perhelatan politik, tidak mengherankan jika Nahdliyin menjadi semacam ‘rebutan’ untuk meraup suara.
Namun, sejak awal merintis dan mendirikan organisasi, NU konsisten untuk membangun politik kebangsaan dan politik kerakyatan yang penuh dengan etika. Hal ini merupakan wujud penghargaan terhadap konsensus bersama yang termaktub dalam Pancasila.
Menjelang hajatan pemilihan umum (pemilu) termasuk di dalamnya pemilihan presiden (pilpres) 2019, KH Ma’ruf Amin yang menjabat sebagai Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sejak 2015 mendapat panggilan untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi H Joko Widodo.
Boleh dikatakan, penunjukan Kiai Ma’ruf Amin sebagai cawapres oleh Jokowi dan partai pengusungnya tidak ada yang menduga. Karena informasi yang menyeruak di permukaan ialah Mohammad Mahfudh MD. Bahkan sampai Mahfudh MD telah menyiapkan deklarasi di Tugu Proklamasi Jakarta.
Kiai Ma’ruf ditunjuk sebagai cawapres pada 9 Agustus 2018, sehari menjelang akhir pendaftaran capres-cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebagai warga negara dan anak bangsa, tentu saja Kiai Ma’ruf siap memenuhi panggilan negara.
Hal itu ditegaskan Kiai Ma’ruf Amin sebulan sebelumnya ketika nama dirinya masuk dalam daftar kandidat cawapres untuk mendampingi Jokowi. Namun, ia sendiri menegaskan bahwa posisinya sebagai Rais ‘Aam PBNU dan Ketua MUI Pusat sudah cukup.
"Kalau untuk negara, kalau untuk pribadi saya sebetulnya jadi ini (kiai) saja sudah cukup. Tapi kalau negara dan bangsa memerlukan, biasa-biasa saja," ujarnya pada Jumat (20/7/2018) lalu di Jakarta.
Ketika ditegaskan lagi oleh wartawan terkait siap atau tidak dirinya menjadi cawapres Jokowi jika terpilih, dia mengatakan kesanggupannya.
"Iyalah buat negara. Semua orang harus siap buat negara, kalau negara perlu, semua orang harus siap," tegas Kiai Ma’ruf.
Pasca Penunjukan Kiai Ma’ruf
Sesuai Khittah NU yang menjadi pijakan berorganisasi, setiap pengurus NU tidak diperbolehkan merangkap jabatan politik. Baik jabatan di partai politik maupun ketika dirinya dicalonkan atau terpilih sebagai kepala daerah dan pimpinan negara. Hal itu sesuai yang dinyatakan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU.
Beberapa saat setelah Kiai Ma’ruf ditunjuk sebagai cawapres Jokowi, PBNU menggelar konferensi pers. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyambut gembira kader NU dipercaya oleh negara. Namun, untuk posisi Kiai Ma’ruf akan diputuskan segera dalam rapat gabungan seluruh pengurus.
Mundur dari Rais ‘Aam
Sebulan kemudian setelah penunjukan dirinya sebagai cawapres, yaitu pada 22 September 2018, Kiai Ma’ruf Amin menyatakan undur diri dari jabatan Rais ‘Aam PBNU. Pengunduran diri tersebut disampaikan dalam rapat pleno PBNU di Kantor PBNU Jalan Kramat Raya Jakarta.
"Sesuai AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga) PBNU, terhitung hari ini, saya menyatakan mengundurkan diri sebagai Rais ‘Aam PBNU," kata Kiai Ma'ruf di kantor PBNU, Sabtu (22/9/2018).
Sesuai dengan AD/ART PBNU, Ma'ruf menyatakan menyerahkan jabatan Rais ‘Aam kepada wakilnya setelah ia ditetapkan sebagai calon wakil presiden. Adapun yang menggantikan posisi Kiai Ma'ruf adalah Wakil Rais Aam, KH Miftachul Akhyar.
Terkait jabatannya di MUI Pusat, berdasarkan rapat dewan pimpinan MUI, Kiai Ma’ruf Amin berstatus non-aktif sebagai Ketua Umum MUI Pusat. Ia baru akan mengundurkan diri sebagai Ketua Umum MUI Pusat jika resmi terpilih sebagai Wakil Presiden RI.
"Kalau di MUI aturannya beda, dia tidak boleh merangkap, jadi mungkin nanti saya mengundurkan diri pada saat saya sudah ditetapkan sebagai wakil presiden, kalau sudah terpilih," ucap Kiai Ma’ruf sesaat setelah pengunduran dirinya sebagai Rais ‘Aam.
Dukungan Mengalir
Kiai Ma’ruf Amin merupakan sosok kiai yang dekat dengan semua kalangan, bukan hanya warga NU. Hal ini terbukti ketika dirinya dipercaya memimpin seluruh organisasi Islam di MUI. Selain itu, Guru Besar Ekonomi Syariah tersebut adalah satu seorang tokoh yang berhasil mengembangkan konsep ekonomi syariah di Indonesia.
Kiai Said Aqil Siroj dalam jumpa pers setelah penunjukan Kiai Ma’ruf Amin sebagai cawapres menyatakan bahwa warga NU tidak perlu digerakkan untuk memilih Kiai Ma’ruf. Karena sudah secara otomatis Nahdliyin mendukung penuh.
“Warga NU sudah otomatis dong (memilih Kiai Ma’ruf), tidak perlu digerakkan,” ungkapnya ketika ditanya wartawan.
Namun demikian, NU sebagai organisasi yang tidak berpolitik praktis menekankan kepada para anggotanya untuk tidak membawa-bawa nama NU untuk kepentingan politik praktis tadi. Berpolitik merupakan hak masing-masing individu. (Fathoni)