Nasional

Kiprah Ulama Nusantara di Haramain

NU Online  ·  Ahad, 18 Maret 2018 | 12:00 WIB

Ciputat, NU Online
Hubungan antara Nusantara dan Timur Tengah telah lama terjalin sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Hubungan itu diawali dengan kontak perdagangan atau tijarah hingga hubungan intelektual. Dari hubungan intelektual ini, ditemukan beberapa sumber yang menyatakan kiprah-kiprah ulama Nusantara di Haramain.

“Banyak di antara kita yang sudah selesai belajar di Timur Tengah tapi tidak mengenal ulama-ulama Nusantara, padahal mereka memiliki peran besar dalam penyebaran ilmu dan juga dakwah Islam yang berada di pusat ibadah, Mekkah dan Madinah,” kata Dzulkifli Amnan membuka diskusi pada kajian rutin Islam Nusantara Center (INC), Ciputat, Tangerang Selatan (17/3).

Semakin banyak orang-orang di Nusantara yang memeluk Islam menimbulkan sebuah kesadaran untuk melakukan ibadah haji yang merupakan salah satu rukun Islam. Seusai melaksanakan haji mereka memiliki kebiasaan untuk tidak langsung bertolak kembali ke Nusantara, mereka banyak menuntut ilmu di Haramain.

“Jarak antara Nusantara dan Timur Tengah bisa ditempuh sampai setengah tahun bahkan lebih karena masih menggunakan kapal, belum lagi hambatan-hambatan ketika berlayar seperti perompakan, kekurangan panagan, dan berbagai penyakit. Maka abad-abad saat itu tidak memungkinkan untuk pulang setelah haji,” jelas penulis buku Jalan dakwah Ulama Nusantara di Haramain Abad 17-20 M.

Pada abad ke-15 belum ditemukan riwayat-riwayat ulama Nusantara yang berperan di Masjidil Haram dan baru muncul ketika abad ke-17 oleh beberapa sumber Timur Tengah yang menyatakan keberpengaruhan mereka.

“Tak lagi belajar, mereka sudah menjadi pengajar bahkan meninggalkan karya-karya abadinya di Tanah Haram dan digunakan secara luas di wilayah Timur Tengah,” ungkapnya.

Di antara karya-karya tersebut adalah seperti karya Syekh Mahfudz At-Tarmasi yang sudah dicetak di Jeddah bahkan di Libanon, Bairut, Mesir, Malaysia, Singapura, serta Indonesia. Hal ini menunjukkan ulama Nusantara memeiliki pengaruh besar di dunia.

Dalam kitab An-Nafaisul ‘Uluwiyah karya Imam Abdullah Al-Haddad juga disinggung tentang peran Syekh Yusuf Al-Makassari, yang mana dalam kitab itu disebut sebagai Yusuf Al-Jawi yang dinisbatkan pada Nusantara.

Selain itu, kitab Nuzhatir Riyadhil Ijazah karya Imam Abdul Zain Abdul Khaliq An-Naqsanbandi lebih banyak menyebutkan kiprah ulama-ulama Nusantara, seperti Abdur Rauf As-Sinkili dari Aceh. “Dalam kitab itu ia disebut sebagai al-wali al-kabir min kibaril auliya’, jadi merupakan wali besar, bahkan di sana ia juga menjadi ulama badal Syattariyah,” katanya.

Setelah itu, peran-peran tersebut dilanjutkan oleh para murid-muridnya.

Abad ke-18 merupakan puncak keberpengruhan ulama-ulama Nusantara di Timur Tengah yang mana banyak dituliskan oleh ulama-ulama Haramaian. Ulama-ulama tersebut yang nantinya saling berkaitan satu sama lain dalam segi keilmuan dan sanad. (Nuri Farikhatin/Alhafiz K)