Nasional

Komitmen Ketiga Capres soal Korupsi: Sahkan UU Perampasan Aset, Perkuat KPK, hingga Revisi UU

Rab, 13 Desember 2023 | 00:11 WIB

Komitmen Ketiga Capres soal Korupsi: Sahkan UU Perampasan Aset, Perkuat KPK, hingga Revisi UU

Suasana debat perdana capres 2024, Selasa (12/12/2023) malam di halaman kantor KPU RI Jakarta. (Foto: tangkapan layar Youtube KPU RI)

Jakarta, NU Online

Ketiga calon presiden (capres) 2024 menunjukkan komitmennya dalam upaya pemberantasan korupsi. Momen itu terakam saat capres Ganjar Pranowo menerima pertanyaan terkait pemberantasan korupsi yang berisi rendahnya vonis tindakan korupsi dan minimnya pengembalian aset oleh para koruptor.


"Penegakan hukum atas tindak pidana korupsi menunjukkan rata-rata vonis keadilan yang relatif rendah dan minimnya pengembalian aset. Apa terobosan yang dapat menimbulkan efek jera sekaligus menyelamatkan aset negara yang dikorupsi?" bunyi pertanyaan yang dilayangkan saat Debat Capres 2024 di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (12/12/2023).


Saat itu Ganjar menyatakan bahwa dirinya akan mengambil langkah-langkah seperti memiskinkan dan merampas aset, serta mengesahkan Undang-Undang (UU) Perampasan aset, sehingga harta koruptor dapat diambil.

 

Selain itu dia juga mencontohkan pentingnya memberikan contoh kepemimpinan yang sederhana dan tidak mewah, mengajarkan integritas kepada pejabat, serta memastikan adanya meritokrasi yang baik guna mengakhiri praktik jual beli jabatan dan mencegah penyimpangan. 


"Data Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan kerugian negara sekitar 230 triliun dalam 10 tahun terakhir, setara dengan pembangunan sekitar 27 ribu puskesmas. Prioritas utama adalah memberikan edukasi tentang teladan dari seorang pemimpin untuk memutus siklus korupsi," katanya saat menjawab.


Begitu pun dengan capres Anies Baswedan, Ia menyampaikan bahwa perlu menggalakkan gerakan anti-korupsi sebagai aksi bersama yang melibatkan seluruh rakyat. Standar etika yang tinggi harus ditetapkan bagi semua pimpinan KPK.


"UU KPK harus segera direvisi sehingga KPK menjadi lembaga yang kuat kembali, diberikan imbalan atau reward bagi mereka yang membantu melakukan penyelidikan sehingga ketika melaporkan kita memiliki partisipasi masyarakat dan itu dibolehkan oleh UU. Maka dari itu seluruh rakyat dapat memerangi korupsi. Gerekan anti korupsi harus jadi gerakan semesta melibatkan seluruh rakyat," tegasnya saat menanggapi pernyataan Ganjar Pranowo.


Hal yang juga dikatakan oleh Capres Parbowo Subianto, bahkan dirinya terlihat geram dengan tindakan korupsi yang baginya korupsi adalah bentuk penghianatan bangsa dan harus diberantas hingga ke akar-akarnya. "Kita perlu memperkuat KPK, kepolisian, kejaksaan, ombudsman, BPK, BPKP, dan inspektorat tiap kementerian untuk berhasil mengatasi korupsi," jelasnya.


Fakta kasus korupsi 

Penyakit kronis yang sulit disembuhkan, korupsi, seringkali mengalami peningkatan jumlah kasus dari tahun ke tahun. Dari 38 menjadi 34 poin, Indonesia mengalami penurunan pada Poin Indeks Persepsi Korupsi (2022) dan menduduki peringkat 110 dari 180 negara. Salah satu indikator yang menyebabkan penurunan IPK adalah belum efektifnya penegakan hukum antikorupsi dalam mencegah dan memberantas korupsi.


Melansir ICW dalam Laporan Tren Penindakan Korupsi 2022 menyoroti temuan umum, yaitu adanya kerugian negara sebesar Rp42,747 triliun. Angka ini dihasilkan dari pemantauan berbagai kasus korupsi, baik yang sudah memperoleh keputusan hukum tetap maupun yang masih dalam proses, selama periode 1 Januari hingga 31 Desember 2022. Data tersebut dikumpulkan dari kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Belum lagi terdapat kasus seperti kasus penyalahgunaan lahan negara, yang pada akhirnya menjadi kasus korupsi dengan jumlah kerugian negara terbesar di sektor kehutanan. Kejadian ini terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, dengan penyerobotan lahan negara seluas 37.095 hektare. Kelompok Duta Palma bertanggung jawab atas pemanfaatan lahan tersebut tanpa izin selama periode 2003-2022. Dampak kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp104,1 triliun.


Selanjutnya kasus korupsi dalam sektor minyak dan gas (migas), khususnya terkait dengan pengolahan ilegal kondensat di sebuah kilang minyak di Tuban, Jawa Timur. Permasalahan utama dalam kasus ini adalah penunjukan langsung dalam penjualan minyak mentah (kondensat) milik negara, yang berlangsung dari 23 Mei 2009 hingga 2 Desember 2011. Dampak kerugian negara dalam peristiwa ini mencapai US$ 2,7 miliar atau setara dengan Rp35 triliun.


Terakhir yang belum ada akhir dari sejarah panjang kejahatan korupsi, yang ketiga terjadi di sektor keuangan, khususnya terkait dengan penyalahgunaan dana investasi oleh PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Dalam peristiwa ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp22,78 triliun.