Nasional

KPAI Kritik Fenomena Modus Pria Dewasa Pacari Gadis Belia

Kam, 6 Oktober 2022 | 22:30 WIB

KPAI Kritik Fenomena Modus Pria Dewasa Pacari Gadis Belia

Ilustrasi pria dewasa pacari gadis belia.

Jakarta, NU Online
Akhir-akhir ini, jagat maya digegerkan dengan pengakuan salah seorang artis pria yang mengaku tengah berpacaran dengan seorang anak perempuan berusia 14 tahun. Berita tersebut menuai banyak kecaman dari berbagai pihak, Terlebih niatnya untuk menikahi gadis belia yang lebih muda 20 tahun darinya.


Komisioner KPAI, Retno Listyarti, mengkritik hal itu karena berpotensi menjadi glorifikasi perkawinan anak. Seharusnya selaku figur publik dapat mendukung program pemerintah untuk menekan angka pernikahan anak yang membuat anak berpotensi kehilangan hak-haknya untuk bisa tumbuh kembang secara optimal.


“Hal itu berpotensi kuat terjadi glorifikasi kisah cinta orang dewasa yang sudah pantas menjadi ayahnya dengan anak di bawah umur. Jangan sampai hal ini dianggap wajar oleh publik,” ungkapnya dilansir CNN Indonesia, Kamis (6/10/2022).


Kritik lain juga disampaikan oleh pemerhati anak dari Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara, Santi Andriyani, yang mengungkapkan bahwa di balik itu terjadi modus child grooming, yakni pelecehan seksual oleh orang dewasa kepada anak di bawah umur. Modus itu dilancarkan dengan cara pelaku kerap memberikan perhatian lebih kepada calon targetnya. Pelaku akan terlibat sayang melebihi batas normal.


“Perhatian lebih seperti menanyai makan, tidur, dan aktivitas sehari-hari lainnya. Berkomunikasi setiap hari, bahkan tiap jam. Men-treatment dengan tidak wajar misalnya memberikan baju. Ketika anak sedih seolah-olah ia sebagai pelindungnya,” terang aktivis Pimpinan Cabang (PC) Fatayat NU Jepara itu.


Kemudian, lanjut dia, pelaku mulai menyentuh anak. Biasanya dilakukan dengan cara perlahan-lahan kemudian mengontak fisik dan melihat reaksi anak dalam menanggapi hal tersebut. Selain itu, pelaku akan berlagak simpati kepada anak.


Pelaku mencoba membangun kedekatan dengan anak, misalnya dengan mendengarkan curhatannya dan mempengaruhi agar tidak curhat kepada orang lain. Pelaku akan berusaha menjalin kedekatan yang semakin intens.


“Misalnya, berkomunikasi melalui akun media sosial milik anak. Hal tersebut termasuk dalam eksploitasi kekerasan pada anak karena modus tersebut berakibat negatif pada psikis anak sebagai korban,” tutur Santi.


Ia mengingatkan pentingnya peran pendidikan seks untuk anak usia dini termasuk pada anak usia PAUD, TK, dan SD yang seharusnya sudah diajarkan mana tubuh yang boleh disentuh oleh orang lain dan mana yang tidak boleh disentuh.


“Penting juga perhatian orangtua karena semua aktivitas anak harus diketahui orangtua. Contohnya dengan mengecek media sosial anak, cara berkomunikasinya, hingga teman-temannya,” pungkas Santi.


Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori