Nasional

Kritik Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad terhadap Ulama Hadramaut

Kam, 30 Agustus 2018 | 16:00 WIB

Jakarta, NU Online
Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad semasa hidupnya pernah melancarkan banyak kritik keras terhadap para ulama Hadramaut.

Hal ini disampaikan oleh Habib Ismail Fajrie Alatas saat mengisi kuliah umum pada orientasi akademik mahasiswa baru program magister Islam Nusantara di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Jalan Taman Amir Hamzah No. 8, Pegangsaan-Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis (30/8).

Asisten profesor Universitas New York itu mengungkapkan bahwa Sahib Ratib al-Haddad itu mengkritik para ulama karena memonopoli keilmuan. Majelis ilmu mereka, katanya, eksklusif untuk keluarganya saja. Bahkan jika ada anak pedagang yang ingin ikut itu ditertawakan.

"Hanya keluarga masyayikh dan habaib saja," kata antropolog yang menamatkan studi doktoralnya di Universitas Michigan itu.

Para ulama demikian, katanya, disebut oleh Habib Abdullah al-Haddad sebagai ulama mutarassimun. Gambarannya saja ulama, hakikatnya bukan ulama.

Kritik lain yang disampaikan oleh Imam al-Haddad itu adalah para ulama terlalu sibuk pada ilmu kalam dan usul fiqih. Pada saat itu, fan ilmu tersebut tidak bermanfaat bagi khalayak.

"Menurut beliau (Imam Al-Haddad) tidak ada manfaatnya bagi masyarakat. Sebab, negara saja tidak ada," kata pria yang akrab disapa Bib Aji itu.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa alasan Imam Al-Haddad mengkritik demikian karena ilmu tersebut bukan ilmu dakwah.

Di samping itu, Bib Aji juga menerangkan bahwa Imam al-Hadad mengkritik elitisme Tarekat Alawiyah dan mempertanyakan praktik tarekat tersebut. Pasalnya, menurutnya, Habib Abdullah bin Alawi melihat kondisi terkini pada saat itu sudah tidak memungkinkan orang banyak untuk dapat berkhalwat dalam waktu lama.

"Mereka menyibukkan dzikir. Mereka berpikir itu terbaik. Padahal mereka meninggalkan dakwah," ujar Bib Aji mengutip pernyataan Imam Al-Haddad.

Habib yang menamatkan studi magisternya  di Universitas Nasional Singapura itu juga mengatakan bahwa orang tak lepas dari kritikannya lagi adalah penerus trah tokoh kharismatik yang hanya mengandalkan ketokohan orang tuanya.

"Beliau kritik keras terhadap penerus trah kewalian," pungkasnya.

Kuliah umum bertema Paradigma Haddadiyah: Kemunculan, Perkembangan, dan Pengaruhnya pada Rekonfigurasi Islam Nusantara itu dihadiri oleh beberapa cendekiawan muda NU diantaranya Guru Besar Filologi UIN Jakarta Oman Fathurahman, Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid, dan Direktur SAS Institute Imdadun Rahmat.

Selain itu, para dosen Unusia juga terlihat meramaikan kegiatan tersebut, seperti Hamdani, KH Abdul Moqsith Ghazali, Adib Misbahul Islam. Hadir juga politisi Tsamara Amany Alatas. (Syakir NF/Abdullah Alawi)