Nasional

La Ilaha Illallah Jadi Prinsip Hidup, Gus Mus: Tak Ada yang Bisa Menghalangi Kecuali Allah

Sel, 26 Maret 2024 | 17:00 WIB

La Ilaha Illallah Jadi Prinsip Hidup, Gus Mus: Tak Ada yang Bisa Menghalangi Kecuali Allah

Gus Mus dalam tayangan Kisah Para Pendakwah di Youtube NU Online. (Foto: tangkapan layar)

Jakarta, NU Online

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) mengungkapkan bahwa La ilaha illallah menjadi prinsip hidupnya. 


Prinsip hidup tersebut menjadi pedoman utama dan selalu diterapkan Gus Mus dalam berbagai aktivitasnya, baik saat berceramah maupun menulis, mengaji hingga melukis. Gus Mus mengaku tak ada yang bisa menghalanginya, kecuali Allah. 


"Prinsip hidup saya itu la ilaha illallah. La ilaha illallah dalam segala hal, dalam ngaji, dalam pidato, dalam ceramah, dalam menulis, dalam melukis itu prinsip saya la ilaha illallah. Kalau tidak dilarang oleh Allah, saya jalan saja. Nggak ada yang menghalang-halangi saya kecuali Allah," ujarnya, dalam tayangan di Youtube NU Online berjudul Gus Mus: Prinsip Hidup La Ilaha Illallah Eps.2 | Kisah Para Pendakwah Edisi #1, dikutip Selasa (25/3/2024). 


Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang Jawa Tengah itu menekankan bahwa tidak ada yang dapat menghalangi dirinya kecuali Allah. Bahkan seorang presiden pun tidak akan bisa menghambatnya jika hal yang ia lakukan bukan berupa larangan Allah.


"Presiden pun tidak akan bisa menghalangi. Aku mau ngomong apa, asal Allah tidak melarang, persetan siapa pun yang melarang," terangnya.


"Saya merasa tanpa beban, nulis itu jadi enak, pidato juga enak, apa-apa enak, karena ya itu tadi saya bebas. Orang yang hanya mau dibatasi oleh Allah dia sangat bebas sekali, merdeka sekali," tambahnya.


Dalam karya seni, Gus Mus juga menegaskan bahwa ia tidak terikat oleh corak maupun isme mana pun, termasuk ekspresionisme, impresionisme, atau realisme. Baginya, yang terpenting adalah keselarasan dengan kehendak Allah dalam setiap tindakan dan ekspresi kreatifnya.


"Saya melukis tidak peduli isme-isme, ini ekspresionisme ini impresionisme ini realisme, enggak urusan. Pokoknya Gusti Allah enggak ngarang saya terus. Apalagi kok didikte sama komposisi, didikte sama warna, kuas segala macam. Nulis juga gitu," papar Gus Mus.


Menyoroti aktivitas menulisnya, Gus Mus mengungkapkan bahwa pada masa Orde Baru, ia lebih banyak menulis puisi kritis sosial. Meskipun demikian, tidak semua pihak selalu menerima kritiknya dengan baik.


"Kalau Anda lihat buku-buku puisi saya zaman itu, kritik sosial semua. Untungnya kan dulu ada Martin Van Bruinessen sama kawannya seorang Amerika bawa buku saya itu sambil tanya yang Amerika itu: ini Bapak apa nggak pernah berurusan dengan yang berwenang nulis begini-begini? Saya bilang yang berwenang nggak membaca puisi," paparnya.


Gus Mus juga mengisahkan pengalamannya saat diundang Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Semarang, saat puisinya yang mengkritik sistem pemerintahan kala itu membuatnya dihadapkan pada konsekuensi yang tidak diinginkan.


"PWI itu ketua panitianya dipanggil di Kodam gara-gara saya baca puisi itu yang Republik Rasa Kerajaan," ujarnya.